By; Wentho Eliando
|
Suasana Ruang Rapat DPRD Flotim; Pict by Frank L; Juni 2012 |
MINGGU, 20 April 2014 atau bertepatan dengan hari raya Paskah bagi umat
Kristiani, bertempat di Gedung Multi Event Hall dan Pembinaan Generasi
Muda Keuskupan Larantuka, Sarotari Tengah, Kecamatan Larantuka, Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Flores Timur (Flotim) menggelar rapat pleno terbuka
rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan perolehan suara partai
politik (parpol) dan calon anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota.
Meski diwarnai debat kusir sengit mengenai
berbagai dugaan kecurangan, manipulasi, penggelembungan, pencurian suara
caleg dan dugaan lainnya terjadi selama tiga hari dalam forum itu,
rapat pleno terbuka berlangsung aman dan kondusif. Ketua KPU Flotim
Ernesta Katana dan komisioner lainnya mengetok palu menetapkan setiap
hasil penghitungan perolehan suara Pileg 9 April 2014 masing-masing
tingkatan lembaga.
Usai ketok palu, komisioner KPU Flotim
buru-buru berangkat ke Maumere dan terbang ke Kupang menjalankan pleno
KPU NTT. Saking buru-burunya data hasil rekapitulasi perolehan suara
untuk publikasi media masa diabaikan.
Hasil perolehan suara sudah
jelas terurai dan menjadi acuan publik Flotim. Berdasarkan data itu,
publik mulai beranalisa. Partai mana dan caleg mana yang memperoleh
suara terbanyak mulai dari legislatif pusat, provinsi sampai
kabupaten/kota. Namun, catatan menarik patut diperbincangkan publik
Flotim adalah perolehan suara partai politik (parpol) dan caleg DPRD
Flotim periode 2014-2019.
Tanpa Perempuan
Ibarat "ada
gambar tanpa wajah" muncul di lembaga Balai Galekat Lewotana, DPRD
Flotim periode lima tahun mandatang. Ada 30 anggota dewan. Tapi dari
hasil perjuangan dan hasil final rekapitulasi KPU Flotim, tak satu pun
politisi perempuan cerdas dan berwibawa disodorkan parpol dalam bursa
pencalegkan meraih dan mengisi ruang publik terhormat DPRD Kabupaten
Flotim.
Sungguh ironis. Tapi faktanya demikian. Politik Flotim hari
ini boleh jadi dikatakan politik maskulin. Politik yang menempatkan
perempuan pemilih terbanyak memilih laki-laki guna mewakilinya.
Faktanya, data daftar pemilih tetap (DPT) 2014-2019 Flotim 152.400
pemilih. Data itu menyebutkan, 83.156 pemilih perempuan dan 69.244
pemilih laki-laki atau selisih 13.912 pemilih. Jika jumlah selisih
13.912 pemilih memilih perempuan saja, tentu sudah mampu dipastikan
angka bilangan pembagi, sedikitnya 3 perempuan meraih kursi dewan
terhormat.
Lalu apa masalahnya sehingga tidak satu pun perempuan
yang disodorkan parpol merebut kursi di lembaga DPRD Flotim 2014-2019?.
Yohana Lamury, salah satu dari sekian puluh caleg perempuan pada pileg 9
April 2014 dengan polos membeberkan. Selain faktor permainan-permainan
tidak sehat dan kecurangan, pengalaman selama melakukan sosialisasi dan
kampanye di tengah masyarakat ada kecenderungan pemilih, khususnya
pemilih perempuan sadar atau tidak sadar mendapat tekanan yang boleh
dibilang mendapat kekerasan psikologis begitu besar dari para laki-laki
terutama suami untuk tidak menjatuhkan pilihan pada caleg perempuan.
Alasan
para laki-laki atau suami menyuruh perempuan tidak memilih perempuan
masuk akal karena pengalaman perempuan duduk di kursi lembaga dewan yang
terjadi selama periode per periode. Eksisten perempuan politisi yang
selama ini ada di lembaga dewan tidak banyak (bahkan nyaris) berbuat
menghasilkan kepentingan-kepentingan kaum perempuan sehingga banyak laki
tidak menghendaki perempuan (istri) memilih perempuan lagi.
Lemahnya,
setelah mendengar itu perempuan tidak berpikir perempuan yang mana yang
tidak banyak berbuat? Apakah semua perempuan sama halnya dengan
perempuan yang dimaksud laki-laki dan mereka perempuan pemilih?. Tapi
tetap saja, faktanya dalam ruang ukuran kecil (TPS), perempuan akhirnya
lebih memilih laki-laki mewakilinya.
Caleg perempuan Partai
Nasdem ini mengatakan, juga ada ketidak seriusan dalam kubu parpol.
Pengalaman yang selama ini terjadi biasanya pada saat menjelang pemilu
pihaknya sering membuat kegiatan pendidikan politik berupa pembekalan
dan penguatan kapasitas perempuan politisi, tapi undangan yang diberikan
melalui pintu partai selalu tidak diteruskan pada perempuan. Jadi
nyaris kegiatan itu tidak dihadiri perempuan.
"Bagi kami di
Nasdem, sangat baik. Perempuan dibantu dan diberi dorongan yang begitu
kuat. Pengalaman, ketika membuat kegiatan khusus pendidikan politik bagi
perempuan undangan tidak diteruskan oleh parpol pada perempuan caleg
dalam partainya. Ini soal keseriusan dan kesungguhan parpol mencalonkan
perempuan dalam bursa Caleg pemilu legislatif," kata Yohana Lamury.
Aktivis
Perempuan Flotim Veronika Lamahoda menilai persoalannya bukan saja
terletak pada politik maskulin, tapi lebih terletak pada kesiapan dan
kesungguhan partai politik (parpol) mengkaderkan perempuan kemudian
disodorkan dan rakyat mendaraskan pilihan pada perempuan. Perempuan
dimasukan dalam bursa pencalegkan hanya memenuhi syarat administrasi 30
persen kuota perempuan bagi parpol.
Parpol, kata Aktivis LSM ini,
tidak sungguh-sungguh, karena setelah masuk dan memenuhi syarat 30
persen kuota, perempuan dibiarkan berjuang sendiri tanpa dibekali
kaderisasi dan penguatan kapasitas yang sungguh-sungguh dan memadai.
Perempuan lebih hanya sebagai pelengkap sempurna pensyaratan Caleg.
"Partai
tidak secara sungguh-sungguh menyiapkan sedari dulu sebuah kaderisasi
yang baik guna menghasilkan perempuan yang memiliki posisi tawar tinggi
baik di partai maupun di tengah masyarakat. Ini soal kesungguhan parpol.
Saya lebih melihat parpol memasukan perempuan hanya sebagai syarat
adminitrasi belaka," kata Veronika.
Selain persoalan kesungguhan
kaderisasi parpol juga soal budaya yang masih menempatkan perempuan
sebagai komunitas kelas dua dalam berbagai hal termasuk soal di panggung
politik. Persoalan lain, perempuan dan mungkin saja caleg laki-laki
lainnya tidak bisa menandingi 25 Anggota dewan incumbent yang bertarung
saat pileg lebih leluasa dan dengan kekuatannya melakukan
pendekatan-pendekatan yang lebih bernuansa proyek atau lebih terkenal
saat ini dana asprirasi kepada rakyat Flotim.
Penilaian Veronika
Lamahoda bisa jadi benar. Faktanya demikian. Dari sekian banyak caleg
perempuan disodorkan partai politik kalau tidak berlebihan tidak ada
satu pun lahir dari kaderisasi yang mumpuni dari parpol. Caleg perempuan
disodorkan partai politik lebih hanya memenuhi syarat 30 persen kuota
perempuan dalam daftar caleg. Parpol lebih asal comot. Asal cari
perempuan masuk dalam daftar 30 persen kuota perempuan.
"Sangat
disayangkan, tapi ini menjadi fakta yang tidak terbanta dari hasil
perolehan suara dan raihan 30 kursi. DPRD Flotim 2014-2019 tampa
perempuan," kata Veronika.
Terbentur Aturan
Ketua Dewan
Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kabupaten Flotim Yoseph Sani Betan
berpendapat UU mengatur keterwakilan perempuan hanya pada syarat 30
persen kuota pencalonan setiap parpol. UU tidak mengatur sampai pada 30
persen perempuan dalam lembaga dewan.
"Demokrasi membuka ruang
secara bebas termasuk perempuan untuk bersaing memperebutkan kursi dalam
parlemen. Perang menjadi komitmen setiap calon termasuk perempuan
bersaing menarik simpati dan dukungan di tengah masyarakat," katanya,
kepada Flores Pos, Jumat (25/4).
Menurut Yoseph Sani Betan,
selama ini proses kaderisasi di tubuh Partai Golkar dilakukan secara
baik, mulai dari kaderisasi dalam jabatan struktural partai sampai pada
penguatan kapasitas kader. Pencalegkan perempuan disodorkan memiliki
standar sesuai aturan dan mekanisme partai.
Hanya saja, katanya,
bisa saja standar pencalegkan disodorkan dan bursa Caleg dari partai
bisa saja tidak sama dengan standar keinginan publik. Hal ini bisa
menjadi salah satu faktor mempengaruhi Caleg perempuan tidak mendapat
dukungan dan simpati dari rakyat pemilih. Karenanya, selain mengatur
syarat pencalonan, mesti diperhatikan pengaturan 30 persen kuota
perempuan duduk di lembaga legislatif DPR(D).
"Pengaturan
perempuan dalam politik, harus sampai pada tingkat lembaga bukan hanya
pada syarat pencalegkan. Meski pun sedikit sulit terjadi, namun perlu
dilakukan guna mendorong lebih besar dan lebih banyak perempuan dalam
parlemen," katanya.
Yoseph Sani mengakui fakta yang terjadi pada
pileg 9 April 2014 lalu memang sangat memprihatikan karena tidak satu
pun perempuan meraih satu dari 30 kursi yang tersedia di DPRD Flotim.
Fakta ini mesti menjadi pemikiran bersama pengkaderan perempuan politisi
secara baik di partai politik.
"Partai Golkar selama ini
melakukan proses kaderisasi mulai dari jabatan - jabatan struktural,
pembekalan dan penguatan kapasitas. Golkar komit pada pengkaderan setiap
kadernya," kata Yoseph Sani Betan.
Aspek Budaya
Ketua
Divisi Hukum dan HAM Forum Pemberdayaan Perempuan dan Anak (FPPA)
Kabupaten Flores Timur Agustinus Payong Boli mengatakan persoalan bisa
dibedah dari beberapa aspek. Pertama, aspek internal perempuan belum
memiliki kesiapan yang maksimal terjun ke arena politik. Kedua, aspek
sosio budaya Lamaholot yang masih setengah hati memberi ruang pada
perempuan untuk masuk dalam kapasitas-kapasitas publik.
Ketiga,
aspek infrastruktur politik. Parpol terlihat masih setengah hati
membesarkan perempuan. Namun di satu sisi aturan mewajibkan kuota 30
persen hak perempuan dalam pencalegkan. Dalam proses rekruitmen, jika
ada perempuan di lihat kuat, partai yang di dominasi laki-laki enggan
memberi ruang menjadi caleg karena berpeluang mengalahkan laki-laki.
Parpol
memiliki fungsi pendidikan politik, kaderisasi pemimpin, menengahi
konflik dan agregasi kepentingan publik. Fungsi kaderisasi terkhusus
kaderisasi perempuan pemimpin harus diakui tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Perempuan direkrut ketika mendekat hajatan pemilu saja, tapi
tidak dikaderkan sungguh-sungguh. Padahal pembangunan pemberdayaan
perempuan membutuhkan pejuang-pejuang perempuan di forum pengambil
kebijakan di DPR(D) maupun lembaga eksekutif. "Diharapkan kedepan parpol
konstestan Pemilu mesti konsen soal kaderisasi perempuan pemimpin,"
kata Agust Boli.
Perlu ada satu forum khusus untuk mempersiapkan
perempuan secara matang dalam arena politik. Agar para perempuan lebih
matang mempersiapkan diri. Perempuan tidak boleh takut karena membuat
perubahan bagi bangsa dan daerah bukan hanya pada pundak laki-laki.
"Pemangku
budaya Lamaholot agar melakukan pembaruan budaya dengan menempatkan
perempuan sejajar dengan laki-laki dalam urusan publik dan kepada
pengurus-pengurus partai agar mengefektifkan fungsi partai, yakni
pendidikan politik khusus perempuan yang tampil dalam politik," tambah
Agust Boli.
Partai politik memang perlu mempersiapkan atau
melakukan kaderisasi perempuan secara baik. Jadi bukan saja hanya
sebagai kelengkapan, tapi sampai pada kaderisasi jabatan-jabatan
struktural dalam tubuh parpol. Perempuan mesti diarahkan dan
dikondisikan dalam kaitan kesiapan berada di panggung politik sampai
menduduki kursi parlemen.
Wajah Lama
Tidak itu saja. "Ada
gambar tanpa wajah" juga terurai pada daftar caleg yang kini dipastikan
menduduki 30 kursi di lembaga DPRD Flotim. Ada sedikitnya 17 Anggota
DPRD incumbent kembali ke ruang dan kursi lembaga Balai Galekat
Lewotana. Ada anggota dewan baru, tapi di dominasi wajah lama. Ada
lembaga yang didalamnya ada anggotanya; kinerja, kualitas, kapasitas dan
keberpihakan tentu sudah mampu diukur. Patut disanksikan gerakan
perubahan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan gaya dan pola lama
yang dibangun selama lima tahun periode sebelumnya.
Berbagai
catatan kritis terhadap kinerja dan kapasitas Anggota DPRD Flotim sudah
menjadi rahasia umum. Ruang publik Flotim tentu sudah tahu, siapa
anggota dewan benar-benar duduk memperjuangkan kepentingan rakyat
banyak. Siapa anggota dewan memperjuangkan kepentingan kelompok, partai
dan kepentinganya. Deal-deal kepentingan yang berimbas buruk bagi
kinerja dan keberpihakan pada rakyat dan begitu banyak oknum-oknum
anggota bermain mata dengan eksekutif guna memuluskan proyek dan
menggolkan kepentinganya.
Selain itu fenomena malas masuk, jadwal
rapat pagi pukul 9 wita tapi mulai pukul 12 wita, lebih suka datang
awal dan akhir bulan, suka datang ke kantor kalau ada rencana Bimtek,
Studi Banding atau perjalanan dinas luar daerah. Belum lagi, sudah masuk
kantor tapi dalam berbagai rapat duduk pangku tangan, tiduran dan malas
tahu dalam ruang sidang. Semua ini merupakan catatan buruk sekali lagi
catatan buruk kinerja anggota dewan yang akan berakhir pada Agustus 2014
mendatang untuk dirubah pada periode mendatang.
Wajah lama yang
tentunya masih berjibaku di ruang Balai Galekat Lewotana tentu tidak
diharapkan merasuki 13 wajah baru anggota dewan Flotim periode
mendatang. Terlepas dari itu, para anggota dewan periode mendatang harus
menempatkan diri sesuai tugas dan fungsinya, yakni fungsi anggaran
(budjeting), fungsi pengawasan (control) dan fungsi legislasi (membuat
peraturan perundang-undangan).
Tiga fungsi tersebut merupakan
roh dari pundi-pundi suara keiklasan dan kemurnian pilihan rakyat
(termasuk perempuan) Flotim yang dititipkan melalui kantong safari wakil
yang terpilih masuk lembaga Balai Galekat Lewotana pada 9 April 2014
lalu.
Rakyat Flotim tidak menghendaki anggota dewan dalam
lembaga dewan berperan ganda. Berperan dan bertindak sebagai lembaga
legislatif dan di sisi lain berperan dan bertindak sebagai lembaga
eksekutif. Tempatkan dan menempatkan diri pada tugas dan fungsi yang
benar dan jelas serta kritis menanggapi dan memperjuangkan kepentingan
yang berpihak para rakyat. Tanpa perempuan dan wajah lama mendominasi
lembaga DPRD Flotim periode 2014-2019, itu tentu bukan ibarat "ada
gambar tanpa wajah" loh! ***