Headlines News :

    Merindukan Pemimpin Sejati


    IVAN HADAR
    Dalam Pemilu 2014 ini, semakin terasa kerinduan rakyat akan sosok pemimpin sejati, yaitu dia yang dicintai dan dipercaya luas. Tindakannya terasa dipenuhi niat baik untuk kemaslahatan rakyat. Ketegasannya, menyiratkan kecintaan pada keadilan. Keberpihakannya, teruji untuk yang lemah demi kesejahteraan semua. Perilakunya tulus, bukan sekadar pencitraan. Ia menjadi teladan, bersih dari tindakan koruptif dan manipulatif, memiliki sense of crisis serta menunjukkan keprihatinan atas berbagai beban yang sedang dan bakal dipikul rakyat, terutama rakyat miskin.

    Dalam gegap gempita kampanye Pemilu 2014, saya teringat akan buku Jean Ziegler, Les Nouveaux Maitres du Monde (2002). Dalam bab tentang demokrasi, Ziegler bercerita tentang Swedia, Finlandia, Norwegia, dan Denmark, di mana para pejabat tingginya berjalan kaki, naik sepeda, atau menggunakan kendaraan umum ke kantor. Seorang presiden yang berangkat kerja dengan mobil dikawal belasan mobil dan sepeda motor polisi dengan sirene meraungraung diyakini mengurangi suara untuk terpilih kembali.

    Rumah para pemimpin terkenal Eropa, seperti Olof Palmes (Swedia) dan Bruno Kresky (Austria), pun terbilang sederhana dan ditempati sepanjang paruh terakhir hidup mereka. Jelas, jauh berbeda dengan "istana" kebanyakan pemimpin negara berkembang, termasuk Indonesia. Ziegler menarik kesimpulan, semakin miskin sebuah bangsa, sering kali semakin mewah kehidupan dan "perilaku aneh" elite penguasanya. Hal yang lumrah di negeri ini. Betapa tidak.

    Tampaknya, dari tiga slogan revolusi Prancis yang mewarnai sistem demokrasi, terjadi kecenderungan berikut. Ketika "kebebasan" politik merebak secara global, termasuk di negeri ini, padanannya berupa "kesetaraan" dan "persaudaraan" nyaris dilupakan. Welfare state yang mewajibkan negara memberi perlindungan bagi warga miskin dianggap "jalan sesat" Eropa. Dalam paradigma neo-liberal yang mendominasi praktek ekonomi global saat ini, pemerataan dianggap bukanlah alat ampuh dalam melawan kemiskinan. Bahkan hal tersebut dianggap memperparah keadaan. Semua itu dilandasi argumentasi yang sekilas terkesan masuk akal (plausible).

    Pertama, pemerataan akan mengurangi kuota investasi. Setiap rupiah yang konon diinvestasikan kaum kaya bersifat produktif, sebaliknya hanya akan dikonsumsi kaum papa. Kedua, sebagian besar bantuan tidak akan sampai sasaran karena dikorup birokrasi. Ketiga, yang menjadi asumsi Bank Dunia, pemerataan akan membahayakan stabilitas politik dan bisa bermuara pada konflik kekerasan karena membuat marah para "elite" (World Bank Report, Attacking Poverty, 2000:56f).

    Namun, bagi Erhard Berner (Hilfe-lose Illusionen, E+Z, 2005:6), semua itu secara teoretis rapuh, secara empiris salah, dan bila dipraktekkan menjadi sesuatu yang sinis. Sebab, apa salahnya orang miskin menggunakan dana bantuan untuk membeli makan, membayar uang sekolah, dan menebus obat? Asumsi kelompok elite akan marah dan mendestabilisasi pemerintahan di negara berkembang yang menjalankan strategi pembangunan pro-poor mungkin realistis. Namun, apakah layak untuk ikut membatasi kebijakan itu? Sementara itu, asumsi orang miskin sama sekali tidak berinvestasi adalah sebuah ignoransi.

    Bagi pembangunan, yang lebih penting daripada "investasi produktif" adalah investasi bagi human capital masyarakat miskin, terutama kesehatan dan pendidikan anak-anak. Dulu, banyak negara melakukan itu dan kini menuai hasil, misalnya Malaysia dan Korea Selatan. Tanpa itu, berlaku "lingkaran setan". Peningkatan tenaga kerja murah akan menurunkan pendapatan yang tidak memungkinkan mereka untuk sehat dan pintar.

    Dengan pertumbuhan ekonomi (termasuk pro-poor growth), kondisi ini tidak bisa diatasi. Bagi peneliti kemiskinan Michael Lipton, "Kesenjangan ekstrem adalah penyebab utama terganjalnya pertumbuhan." Kemiskinan massal, menurut dia, bukan hanya akibat stagnasi ekonomi, tapi juga penyebab terpenting stagnasi ekonomi itu sendiri (Propoor Growth and Pro-growth Poverty Reduction: Meaning, Evidence, and Policy Implications, 2000).

    Bersama Eastwood, Lipton menganjurkan strategi cerdas pro-growth poverty reduction. Dalam kerangka ini, pengeluaran sosial untuk pendidikan dan kesehatan bukan biaya sia-sia, melainkan in vestasi produktif dan pilar kebijakan ekonomi. Cerita sukses di Brasilia, Vietnam, dan beberapa negara industri baru membenarkan analisis Lipton.

    Pada tataran makroekonomi, Howard White (National and International Redistribution as Tools for Poverty Reduction, 2001) secara empiris menunjukkan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi lewat pemerataan. Pemerataan ikut meningkatkan kebebasan politik, kesetaraan, dan persaudaraan anak bangsa.

    Karena itu, tanpa terwujudnya kesetaraan dan persaudaraan yang berarti pemerataan belum dijadikan paradigma yang mewarnai kebijakan ekonomi sebuah bangsa, siapa pun yang pernah menjadi pemimpin kelak akan dilupakan, atau bahkan dihujat oleh rakyatnya sendiri.--Tempo.co

    Sekda Flotim Terima Hasil Analisis PERA

    Alat Pengankat Peti Kemas di Pelabuhan Larantuka, foto Frank L
    Hasil analisis penerimaan dan pengeluaran publik (PERA) Kabupaten Flores Timur berdasarkan data primer sejak tahun 2007 hingga 2011 diserahkan oleh Tim Peneliti dari Lembaga Penelitian Universitas Kristen Artha Wacana Kupang kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Flores Timur, di Hotel ASA-Weri, Kecamatan Larantuka, Kamis (8/5).

    Penyerahkan Laporan Hasil Akhir Analisis Penerimaan dan Pengelolaan Publik yang dikemas dalam peluncuran Buku Laporan Akhir Publik Expenditure and Revenue Analysis (PERA) Kabupaten Flotim dilakukan Direktur Program AIPD NTT Adanti Sutarto kepada pemerintah kabupaten Flotim kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Flotim Anton Tonce Matutina.

    Hadir dalam acara peluncuran Buku Laporan Akhir Publik Expenditure and Revenue Analysis (PERA) Kabupaten Flotim, District Fasilitator AIPD Kabupaten Flotim Roby Keupung, Asisten Wakil Direktur Pogram AIPD Darlis Nasution, Tim Peneliti Bakti Makasar Tawakal, para Kepala SKPD, jejaringan AIPD Kabupaten Flotim dan para jurnalis.

    Tim Peneliti Bakti Makasar Tawakal, mengatakan kegiatan penelitian penerimaan dan pengelolaan publik Kabupaten Flotim didukung penuh oleh AIPD bekerjasama dengan Bakti Makasar. Khusus untuk wilayah NTT dipercayakan pada Lembaga Peneliti UKAW Kupang. Data yang digunakan dari tahun 2007 hingga 2011. Metode yang dilakukan melalui wawancara dan FGD.

    "Dalam laporan terdapat 6 Bab, yakni perkembangan daerah secara umum, pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah, aspek pendapatan sejak 2007-2011, analisis belanja, pembahasan sektor strategis (pertanian, pendidikan, kesehatan, infrastruktur), pembahasan isu strategis, kesimpulan temuan penelitian, dan rekomendasi," katanya.

    Sekda Flotim Anton Tonce Matutina mewakili Bupati Flotim Yoseph Lagadoni Herin dalam sambutannya mengharapakan data-datanya betul-betul akurat untuk memajukan Kabupaten Flores Timur. Analisis tersebut merupakan salah satu aspek penting dalam manejemen keuangan daerah. Sejauh ini pemda masih dihadapakan pada sejumlah permasalaha seperti kedisiplinan dan konsistensi perencanaan dan pengelolaan anggaran.

    "Sehingga analisis diharapkan memberi kontribusi berarti bagi pembangunan Kabupaten Flotim.
    Ini upaya sistemik untuk dapat menemukan pengelola publik secara baik. Diharapan hasil analisis betul-betul akurat agar dapat diimplementasikan sesuai kondisi Flotim," katanya.

    Sekda Anton Tonce Matutina mengakui selama ini pengelolan keuangan daerah masih mengalami berbagai kendala seperti ketersedian data, kemampuan analisasi yang terbatas dan pengetahuan pengelolaan keuangan yang masih terbatas. Karenanya hasil ini sangat penting bagi Kabupaten Flotim. Terima kasih pada AIPD dan para peneliti. Apa yang hasilkan dan direkomendasikan akan dilaksanakan secara konsisten demi masyarakat Flotim yang adil sejahtera sesuai visi Pemkab," katanya.*** Wento Eliando

    Perekonomian Flotim Sangat Tergantung Belanja Pemerintah * Temuan Pokok dan Kesimpulan Peneliti Lemlit UKAW Kupang

    Oleh Wento Eliando
    Penjual Ikan di Pasar Waiwadan, foto Frank L 2012
    Pengembangan sektor pertanian, industri, pariwisata dan koperasi/UKM perlu dilaksanakan secara masif, terfokus dan berkelanjutan sehingga perekonomian Kabupaten Flores Timur (Flotim) tumbuh dan berkembang dengan basis aktifitas ekonomi riil masyarakat. Sebab perkembangan daerah Kabupaten Flotim selama kurun waktu 2007 hingga 2011, menunjukan bahwa perekonomian Flotim sangat tergantung pada belanja pemerintah.

    "Hal ini tampak dari besarnya peranan sektor jasa pemerintahan umum dalam pembentukan nilai PDRB, maupun posisinya sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi Flotim."

    Peneliti pada Lembaga Penelitian Universitas Kristen Artha Wacana (Lemlit UKAW) Kupang, Frits Oscar Fanggidae mengatakan itu pada peluncuran Buku Laporan Akhir Analisis Penerimaan dan Pengelolaan Publik (Publik Expenditure and Revenue Analysis/PERA) Kabupaten Flotim, di Aula Hotel ASA-Weri, Kecamatan Larantuka, Kamis (8/5).

    Frits Fanggidae mengatakan data penelitian PERA Kabupaten Flotim tersebut yang dipakai adalah tahun 2007 hingga 2011. Sesuai perkembangan daerah pada tahun 2007, sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB adalah yang terbesar, yakni 35,05 persen. Sementara sektor jasa (jasa pemerintahan umum) sebesar 31,30 persen. Pada tahun 2011, sumbangan sektor jasa telah melampaui sektor pertanian, yakni 34,30 persen sementara sektor pertanian 32,79 persen.

    Frits Fanggidae mengatakan dari sisi dinamikanya, pertumbuhan ekonomi Flotim tahun 2011 mencapai 5,09 persen dan sektor jasa adalah penggerak dan penyumbang terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Flotim, yakni 2,70 persen. Sementara sumbangan sektor pertanian minus 0,33 persen. Gejala ini sejatinya kurang menguntungkan bagi perekonomian Flotim.

    Karena pertumbuhan ekonomi yang digerakan sektor pemerintah hanya mendorong sisi permintaan (konsumen). Sementara sisi produksi (pertanian dan industri) yang seharusnya menjadi basis penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan masyarakat tidak berkembang. Maka pengembangan sektor pertanian, industri, pariwisata dan koperasi/UKM perlu dilaksanakan secara masif, terfokus dan berkelanjutan.

    Dijelaskannya, pertumbuhan ekonomi Flotim cenderung berfluktuasi dan lebih rendah dibandingkan NTT dan nasional. Selama periode 2007-2011, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2010 dan angka tersebut melampaui rata-rata pertumbuhan Provinsi NTT.

    Namum tahun 2011, jelasnya, pertumbuhan ekonomi Flotim mengalami penurunan menjadi 5,09 persen lebih rendah dari Provinsi NTT (5,63 persen) dan nasional (6,46 persen). Pertumbuhan ekonomi ideal didorong oleh investasi swasta dan investasi atau belanja pemerintah.

    "Tampaknya peranan investasi swasta di Flotim masih rendah, sehingga pertumbuhan ekonomi lebih banyak didorong oleh belanja pemerintah. Karena itu hasil yang dicapai lebih rendah dibandingkan NTT dan nasional," katanya.

    Frits Fanggidae mengatakan, Pemkab Flotim juga mesti lebih menyediakan infrastruktur pendidikan melalui penambahan sekolah dan ruang belajar untuk meningkatkan daya tampung satuan pendidikan, sehingga angka partisipasi sekolah (APS) dapat ditingkatkan. Selain itu meningkatkan kesadaran orang tua untuk mendorong anaknya melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi perlu mendapat perhatian.

    Hal ini perlu dilakukan, karena katanya, meskipun selama kurun waktu itu indeks pembangunan manusia (IPM) Flotim lebih tinggi dibanding NTT, namun RLS (Rata-rata Lama Sekolah) Flotim lebih rendah dibanding RLS NTT. Pada tahun 2011, IPM Flotim 68,7 poin, sementara IPM NTT 67,75 poin, tetapi RLS Flotim 6,13 tahun dan RLS NTT 7,05 tahun. Untuk mendorong peningkatan IPM pemerintah perlu memberi perhatian serius pada RLS.

    "Sebab RLS yang rendah berkorelasi dengan rendahnya APS, tingginya angka dropout dan tingginya kecenderungan untuk tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi," kata Frits Fanggidae.

    Hadir dalam acara peluncuran Buku Laporan Akhir PERA Kabupaten Flotim, Sekretaris Daerah (Sekda) Anton Tonce Matutina, Direktur Program AIPD NTT Adanti Sutarto, Asisten Wakil Direktur Pogram AIPD Darlis Nasution, District Fasilitator AIPD Kabupaten Flotim Roby Keupung, Tim Peneliti Bakti Makasar Tawakal, para Kepala SKPD, jejaring masyarakat AIPD se Kabupaten Flotim dan wartawan.

    Sekda Flotim Anton Tonce Matutina, pada kesempatan peluncuran buku laporan PERA, Kamis (8/5) mengatakan kajian dan analisis merupakan salah satu aspek penting dalam manajemen penerimaan dan pengelolaan publik daerah. Sejauh ini pemda masih dihadapkan pada sejumlah permasalahan, seperti kedisiplinan dan konsistensi perencanaan dan pengelolaan anggaran.

    "Sehingga analisis ini diharapkan memberi kontribusi berarti bagi pembangunan Kabupaten Flotim.
    Ini upaya sistemik untuk dapat menemukan pengelola publik secara baik. Hasil ini sangat penting bagi Kabupaten Flotim. Apa yang hasilkan dan direkomendasikan dilaksanakan secara konsisten demi masyarakat Flotim yang adil sejahtera sesuai visi Pemkab," katanya. ***


    Perempuan Alami Kekerasan Psikologis

    * Dalam Pemilu Legislatif

     By; Silverius Koten
    Pemilu Legislatif 9 April 2014 TPS 2 Kel. Balela, Larantuka, pict by Frank Lamanepa


    Perempuan rupanya belum dapat memanfaatkan hak konstitusionalnya untuk memilih dan dipilih secara bebas. Pada pemilu legislatif tahun 2014, kekerasan psikologis masih dialami perempuan.

    Hal itu diungkapkan ketua Forum Komunikasi Pemerhati Pembela Hak Perempuan dan anak, Yohana Lamuri dalam dialog tentang Perempuan dan Pemilu di RSPD Larantuka, selasa (6/5) malam. Dialog tersebut juga menghadirkan, aktivis Perempuan, Veronika Lamahoda, wartawan Flores Pos, Wento Eliando, dan Ketua DPD II Partai Golkar kabupaten Flores Timur, Yoseph Sani Bethan yang dihubungi melalui teleconference. 

    Yohana menyebut, kekerasan terhadap perempuan umumnya dilakukan oleh orang dekat. Suami, saudara, paman, menantu laki-laki, anak laki-laki yang paling sering melakukan kekerasan psikologis kepada pemilih perempuan.

    " Suami memaksa istri atau anak perempuannya untuk memilih caleg laki-laki," katanya.

    Ia menyebut, dalam pileg 2014, banyak perempuan yang memberi kesaksian tentang adanya kekerasan itu. Mereka mengaku tidak berdaya dan memilih sesuai kemauan laki-laki.

    Senada dengan itu, Vero Lamahoda menyebut, budaya patriarkhi turut menyumbang sebab mengapa tidak ada satupun perempuan yang duduk di DPRD Flores Timur pada periode 2014-2019. Perempuan, sebut Vero, masih dilihat dengan kacamata kelas.

    " Perempuan itu dianggap mahkluk kelas dua," sebutnya.

    Selain persoalan buadaya patriarkhi, Vero juga melihat kekuasaan laki-laki terhadap ekonomi juga sebagai sebab lainnya. Terkait kekuasaan ekonomi, Vero juga menuding, caleg incumbent (semuanya laki-laki) memanfaatkan dana aspirasi untuk memenangi pertarungan pada pileg lalu.

    " Terbukti dari 25 caleg incumbent laki-laki yang maju 17 orangnya kembali melenggang ke Bale Gelekat," katanya.

    Wento Eliando menyebut gagalnya caleg perempuan dipengaruhi pula kaderisasi perempuan di parpol yang tidak dilakukan. Ia menyebut, tidak ada kesungguhan parpol mengkaderkan perempuan dalam politik. Yang terjadi adalah rekrutmen untuk memenuhi quota 30 persen yang disyaratkan oleh undang-undang.

    Menurutnya, keikhlasan laki-laki untuk memberi peluang kepada perempuan hampir tidak ada. Para penguasa parpol di Flores Timur umumnya laki-laki. Karena itu, mengkaderkan perempuan secara baik bisa menjadi bumerang.

    " Laki-laki takut kehilangan kekuasaan dan tidak berani berkompetisi secara sportif. Saya tidak melihat penyebabnya adalah kualitas kader perempuan tapi pada proses kaderisasi oleh partai politik," katanya.
     
    Ia menjelaskan, di dalam DPT, pemilih perempuan 83 ribu lebih, pemilih laki-laki hanya 63 ribu lebih. Dengan selisih pemilih sekitar 13 ribu lebih, seharusnya ada wakil perempuan di DPRD Flotim.

    "Politik Flotim sekarang adalah politik Maskulin, jumlah pemilih perempuan lebih banyak tetapi mereka lebih memilih laki-laki," ujarnya.

    Sementara itu, Yoseph Sani Betan mengakui proses kaderisasi perempuan hampir di semua parpol tidak berjalan baik. Meski demikian, di partai Golkar kaderisasi perempuan sudah dilakukan. Hal itu terbukti dengan cukup banyak perempuan ada di struktur partai Golkar.

    Nani Bethan juga menyebut, syarat 30 persen perempuan sebagai caleg membuat parpol mau tidak mau merekrut caleg perempuan, Dengan semangat demokrasi, kompetisi menjadi terbuka. Kader baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki kemampuan, kapasitas, integritas lebih baik akan memenangi pertarungan itu.

    " Saya berharap partai politik ke depan menyiapkan kaderisasi secara baik," katanya.***

    DPRD Flotim 2014-2019: "Ada Gambar Tanpa Wajah"

    By; Wentho Eliando

    Suasana Ruang Rapat DPRD Flotim; Pict by Frank L; Juni 2012

    MINGGU, 20 April 2014 atau bertepatan dengan hari raya Paskah bagi umat Kristiani, bertempat di Gedung Multi Event Hall dan Pembinaan Generasi Muda Keuskupan Larantuka, Sarotari Tengah, Kecamatan Larantuka, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Flores Timur (Flotim) menggelar rapat pleno terbuka rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan perolehan suara partai politik (parpol) dan calon anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.

    Meski diwarnai debat kusir sengit mengenai berbagai dugaan kecurangan, manipulasi, penggelembungan, pencurian suara caleg dan dugaan lainnya terjadi selama tiga hari dalam forum itu, rapat pleno terbuka berlangsung aman dan kondusif. Ketua KPU Flotim Ernesta Katana dan komisioner lainnya mengetok palu menetapkan setiap hasil penghitungan perolehan suara Pileg 9 April 2014 masing-masing tingkatan lembaga.

    Usai ketok palu, komisioner KPU Flotim buru-buru berangkat ke Maumere dan terbang ke Kupang menjalankan pleno KPU NTT. Saking buru-burunya data hasil rekapitulasi perolehan suara untuk publikasi media masa diabaikan.

    Hasil perolehan suara sudah jelas terurai dan menjadi acuan publik Flotim. Berdasarkan data itu, publik mulai beranalisa. Partai mana dan caleg mana yang memperoleh suara terbanyak mulai dari legislatif pusat, provinsi sampai kabupaten/kota. Namun, catatan menarik patut diperbincangkan publik Flotim adalah perolehan suara partai politik (parpol) dan caleg DPRD Flotim periode 2014-2019.

    Tanpa Perempuan

    Ibarat "ada gambar tanpa wajah" muncul di lembaga Balai Galekat Lewotana, DPRD Flotim periode lima tahun mandatang. Ada 30 anggota dewan. Tapi dari hasil perjuangan dan hasil final rekapitulasi KPU Flotim, tak satu pun politisi perempuan cerdas dan berwibawa disodorkan parpol dalam bursa pencalegkan meraih dan mengisi ruang publik terhormat DPRD Kabupaten Flotim.
    Sungguh ironis. Tapi faktanya demikian. Politik Flotim hari ini boleh jadi dikatakan politik maskulin. Politik yang menempatkan perempuan pemilih terbanyak memilih laki-laki guna mewakilinya. Faktanya, data daftar pemilih tetap (DPT) 2014-2019 Flotim 152.400 pemilih. Data itu menyebutkan, 83.156 pemilih perempuan dan 69.244 pemilih laki-laki atau selisih 13.912 pemilih. Jika jumlah selisih 13.912 pemilih memilih perempuan saja, tentu sudah mampu dipastikan angka bilangan pembagi, sedikitnya 3 perempuan meraih kursi dewan terhormat.

    Lalu apa masalahnya sehingga tidak satu pun perempuan yang disodorkan parpol merebut kursi di lembaga DPRD Flotim 2014-2019?. Yohana Lamury, salah satu dari sekian puluh caleg perempuan pada pileg 9 April 2014 dengan polos membeberkan. Selain faktor permainan-permainan tidak sehat dan kecurangan, pengalaman selama melakukan sosialisasi dan kampanye di tengah masyarakat ada kecenderungan pemilih, khususnya pemilih perempuan sadar atau tidak sadar mendapat tekanan yang boleh dibilang mendapat kekerasan psikologis begitu besar dari para laki-laki terutama suami untuk tidak menjatuhkan pilihan pada caleg perempuan.

    Alasan para laki-laki atau suami menyuruh perempuan tidak memilih perempuan masuk akal karena pengalaman perempuan duduk di kursi lembaga dewan yang terjadi selama periode per periode. Eksisten perempuan politisi yang selama ini ada di lembaga dewan tidak banyak (bahkan nyaris) berbuat menghasilkan kepentingan-kepentingan kaum perempuan sehingga banyak laki tidak menghendaki perempuan (istri) memilih perempuan lagi.

    Lemahnya, setelah mendengar itu perempuan tidak berpikir perempuan yang mana yang tidak banyak berbuat? Apakah semua perempuan sama halnya dengan perempuan yang dimaksud laki-laki dan mereka perempuan pemilih?. Tapi tetap saja, faktanya dalam ruang ukuran kecil (TPS), perempuan akhirnya lebih memilih laki-laki mewakilinya.

    Caleg perempuan Partai Nasdem ini mengatakan, juga ada ketidak seriusan dalam kubu parpol. Pengalaman yang selama ini terjadi biasanya pada saat menjelang pemilu pihaknya sering membuat kegiatan pendidikan politik berupa pembekalan dan penguatan kapasitas perempuan politisi, tapi undangan yang diberikan melalui pintu partai selalu tidak diteruskan pada perempuan. Jadi nyaris kegiatan itu tidak dihadiri perempuan.

    "Bagi kami di Nasdem, sangat baik. Perempuan dibantu dan diberi dorongan yang begitu kuat. Pengalaman, ketika membuat kegiatan khusus pendidikan politik bagi perempuan undangan tidak diteruskan oleh parpol pada perempuan caleg dalam partainya. Ini soal keseriusan dan kesungguhan parpol mencalonkan perempuan dalam bursa Caleg pemilu legislatif," kata Yohana Lamury.

    Aktivis Perempuan Flotim Veronika Lamahoda menilai persoalannya bukan saja terletak pada politik maskulin, tapi lebih terletak pada kesiapan dan kesungguhan partai politik (parpol) mengkaderkan perempuan kemudian disodorkan dan rakyat mendaraskan pilihan pada perempuan. Perempuan dimasukan dalam bursa pencalegkan hanya memenuhi syarat administrasi 30 persen kuota perempuan bagi parpol.

    Parpol, kata Aktivis LSM ini, tidak sungguh-sungguh, karena setelah masuk dan memenuhi syarat 30 persen kuota, perempuan dibiarkan berjuang sendiri tanpa dibekali kaderisasi dan penguatan kapasitas yang sungguh-sungguh dan memadai. Perempuan lebih hanya sebagai pelengkap sempurna pensyaratan Caleg.

    "Partai tidak secara sungguh-sungguh menyiapkan sedari dulu sebuah kaderisasi yang baik guna menghasilkan perempuan yang memiliki posisi tawar tinggi baik di partai maupun di tengah masyarakat. Ini soal kesungguhan parpol. Saya lebih melihat parpol memasukan perempuan hanya sebagai syarat adminitrasi belaka," kata Veronika.

    Selain persoalan kesungguhan kaderisasi parpol juga soal budaya yang masih menempatkan perempuan sebagai komunitas kelas dua dalam berbagai hal termasuk soal di panggung politik. Persoalan lain, perempuan dan mungkin saja caleg laki-laki lainnya tidak bisa menandingi 25 Anggota dewan incumbent yang bertarung saat pileg lebih leluasa dan dengan kekuatannya melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih bernuansa proyek atau lebih terkenal saat ini dana asprirasi kepada rakyat Flotim.

    Penilaian Veronika Lamahoda bisa jadi benar. Faktanya demikian. Dari sekian banyak caleg perempuan disodorkan partai politik kalau tidak berlebihan tidak ada satu pun lahir dari kaderisasi yang mumpuni dari parpol. Caleg perempuan disodorkan partai politik lebih hanya memenuhi syarat 30 persen kuota perempuan dalam daftar caleg. Parpol lebih asal comot. Asal cari perempuan masuk dalam daftar 30 persen kuota perempuan.

    "Sangat disayangkan, tapi ini menjadi fakta yang tidak terbanta dari hasil perolehan suara dan raihan 30 kursi. DPRD Flotim 2014-2019 tampa perempuan," kata Veronika.

    Terbentur Aturan

    Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kabupaten Flotim Yoseph Sani Betan berpendapat UU mengatur keterwakilan perempuan hanya pada syarat 30 persen kuota  pencalonan setiap parpol. UU tidak mengatur sampai pada 30 persen perempuan dalam lembaga dewan.

    "Demokrasi membuka ruang secara bebas termasuk perempuan untuk bersaing memperebutkan kursi dalam parlemen. Perang menjadi komitmen setiap calon termasuk perempuan bersaing menarik simpati dan dukungan di tengah masyarakat," katanya, kepada Flores Pos, Jumat (25/4). 

    Menurut Yoseph Sani Betan, selama ini proses kaderisasi di tubuh Partai Golkar dilakukan secara baik, mulai dari kaderisasi dalam jabatan struktural partai sampai pada penguatan kapasitas kader. Pencalegkan perempuan disodorkan memiliki standar sesuai aturan dan mekanisme partai.

    Hanya saja, katanya, bisa saja standar pencalegkan disodorkan dan bursa Caleg dari partai bisa saja tidak sama dengan standar keinginan publik. Hal ini bisa menjadi salah satu faktor mempengaruhi Caleg perempuan tidak mendapat dukungan dan simpati dari rakyat pemilih. Karenanya, selain mengatur syarat pencalonan, mesti diperhatikan pengaturan 30 persen kuota perempuan duduk di lembaga legislatif DPR(D).

    "Pengaturan perempuan dalam politik, harus sampai pada tingkat lembaga bukan hanya pada syarat pencalegkan. Meski pun sedikit sulit terjadi, namun perlu dilakukan guna mendorong lebih besar dan lebih banyak perempuan dalam parlemen," katanya.

    Yoseph Sani mengakui fakta yang terjadi pada pileg 9 April 2014 lalu memang sangat memprihatikan karena tidak satu pun perempuan meraih satu dari 30 kursi yang tersedia di DPRD Flotim. Fakta ini mesti menjadi pemikiran bersama pengkaderan perempuan politisi secara baik di partai politik.

    "Partai Golkar selama ini melakukan proses kaderisasi mulai dari jabatan - jabatan struktural, pembekalan dan penguatan kapasitas. Golkar komit pada pengkaderan setiap kadernya," kata Yoseph Sani Betan.

    Aspek Budaya

    Ketua Divisi Hukum dan HAM Forum Pemberdayaan Perempuan dan Anak (FPPA) Kabupaten Flores Timur Agustinus Payong Boli mengatakan persoalan bisa dibedah dari beberapa aspek. Pertama, aspek internal perempuan belum memiliki kesiapan yang maksimal terjun ke arena politik. Kedua, aspek sosio budaya Lamaholot yang masih setengah hati memberi ruang pada perempuan untuk masuk dalam kapasitas-kapasitas publik.

    Ketiga, aspek infrastruktur politik. Parpol terlihat masih setengah hati membesarkan perempuan. Namun di satu sisi aturan mewajibkan kuota 30 persen hak perempuan dalam pencalegkan. Dalam proses rekruitmen, jika ada perempuan di lihat kuat, partai yang di dominasi laki-laki enggan memberi ruang menjadi caleg karena berpeluang mengalahkan laki-laki.

    Parpol memiliki fungsi pendidikan politik, kaderisasi pemimpin, menengahi konflik dan agregasi kepentingan publik. Fungsi kaderisasi terkhusus kaderisasi perempuan pemimpin harus diakui tidak berjalan sebagaimana mestinya. Perempuan direkrut ketika mendekat hajatan pemilu saja, tapi tidak dikaderkan sungguh-sungguh. Padahal pembangunan pemberdayaan perempuan membutuhkan pejuang-pejuang perempuan di forum pengambil kebijakan di DPR(D) maupun lembaga eksekutif. "Diharapkan kedepan parpol konstestan Pemilu mesti konsen soal kaderisasi perempuan pemimpin," kata Agust Boli.

    Perlu ada satu forum khusus untuk mempersiapkan perempuan secara matang dalam arena politik. Agar para perempuan lebih matang mempersiapkan diri. Perempuan tidak boleh takut karena membuat perubahan bagi bangsa dan daerah bukan hanya pada pundak laki-laki.
    "Pemangku budaya Lamaholot agar melakukan pembaruan budaya dengan menempatkan perempuan sejajar dengan laki-laki dalam urusan publik dan kepada pengurus-pengurus partai agar mengefektifkan fungsi partai, yakni pendidikan politik khusus perempuan yang tampil dalam politik," tambah Agust Boli.

    Partai politik memang perlu mempersiapkan atau melakukan kaderisasi perempuan secara baik. Jadi bukan saja hanya sebagai kelengkapan, tapi sampai pada kaderisasi jabatan-jabatan struktural dalam tubuh parpol. Perempuan mesti diarahkan dan dikondisikan dalam kaitan kesiapan berada di panggung politik sampai menduduki kursi parlemen.

    Wajah Lama

    Tidak itu saja. "Ada gambar tanpa wajah" juga terurai pada daftar caleg yang kini dipastikan menduduki 30 kursi di lembaga DPRD Flotim. Ada sedikitnya 17 Anggota DPRD incumbent kembali ke ruang dan kursi lembaga Balai Galekat Lewotana. Ada anggota dewan baru, tapi di dominasi wajah lama. Ada lembaga yang didalamnya ada anggotanya; kinerja, kualitas, kapasitas dan keberpihakan tentu sudah mampu diukur. Patut disanksikan gerakan perubahan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan gaya dan pola lama yang dibangun selama lima tahun periode sebelumnya.

    Berbagai catatan kritis terhadap kinerja dan kapasitas Anggota DPRD Flotim sudah menjadi rahasia umum. Ruang publik Flotim tentu sudah tahu, siapa anggota dewan benar-benar duduk memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Siapa anggota dewan memperjuangkan kepentingan kelompok, partai dan kepentinganya. Deal-deal kepentingan yang berimbas buruk bagi kinerja dan keberpihakan pada rakyat dan begitu banyak oknum-oknum anggota bermain mata dengan eksekutif guna memuluskan proyek dan menggolkan kepentinganya.

    Selain itu fenomena malas masuk, jadwal rapat pagi pukul 9 wita tapi mulai pukul 12 wita, lebih suka datang awal dan akhir bulan, suka datang ke kantor kalau ada rencana Bimtek, Studi Banding atau perjalanan dinas luar daerah. Belum lagi, sudah masuk kantor tapi dalam berbagai rapat duduk pangku tangan, tiduran dan malas tahu dalam ruang sidang. Semua ini merupakan catatan buruk sekali lagi catatan buruk kinerja anggota dewan yang akan berakhir pada Agustus 2014 mendatang untuk dirubah pada periode mendatang.

    Wajah lama yang tentunya masih berjibaku di ruang Balai Galekat Lewotana tentu tidak diharapkan merasuki 13 wajah baru anggota dewan Flotim periode mendatang. Terlepas dari itu, para anggota dewan periode mendatang harus menempatkan diri sesuai tugas dan fungsinya, yakni fungsi anggaran (budjeting), fungsi pengawasan (control) dan fungsi legislasi (membuat peraturan perundang-undangan).

    Tiga fungsi tersebut merupakan roh dari pundi-pundi suara keiklasan dan kemurnian pilihan rakyat (termasuk perempuan) Flotim yang dititipkan melalui kantong safari wakil yang terpilih masuk lembaga Balai Galekat Lewotana pada 9 April 2014 lalu.

    Rakyat Flotim tidak menghendaki anggota dewan dalam lembaga dewan berperan ganda. Berperan dan bertindak sebagai lembaga legislatif dan di sisi lain berperan dan bertindak sebagai lembaga eksekutif. Tempatkan dan menempatkan diri pada tugas dan fungsi yang benar dan jelas serta kritis menanggapi dan memperjuangkan kepentingan yang berpihak para rakyat. Tanpa perempuan dan wajah lama mendominasi lembaga DPRD Flotim periode 2014-2019, itu tentu bukan ibarat "ada gambar tanpa wajah" loh! ***

    Dugaan Pelanggaran Pileg Oleh KPU Flotim

    Rapat Pleno Rekapitulasi suara Tingkat PPK Larantuka, PPS Sarotari Timur, 16 April 2014


    Akibat kelalaian KPPS di Kelurahan Sarotari Timur Kecamatan Larantuka saat PILEG 9 April 2014, yaitu memberikan 4 [empat] Surat Suara kepada salah satu pemilih dengan rincian: 1 [satu] Surat Suara untuk DPR RI, 1 [satu] untuk DPD , 2 [dua] untuk DPRD Kabupaten. [Surat Suara untuk Provinsi tidak ada]. Setelah dicoblos -termasuk kedua surat suara untuk kabupaten- dimasukan ke dalam Kotak Suara sesuai tingkatan. [Kedua surat suara untuk kabupaten dimasukan kedalam kotak DPRD Kabupaten].

    Yang berarti Suara untuk kabupaten kelebihan satu [1] suara, sementara untuk Provinsi kekurangan satu [1] suara.

    Terhadap kondisi ini, pihak KPPS tidak segera menyelesaikan sesuai dengan regulasi, harus diselesaikan di tingkat KPPS, tetapi hanya dibuat Berita Acara untuk ditindaklanjuti ke tingkat atas.

    Saat Pleno tingkat PPK Larantuka, hal ini lagi-lagi tidak diselesaikan atas keberatan para saksi, tetapi dengan cara yang sama hanya dibuat berita acara. Sementara hasil untuk suara Kabupaten tetap kelebihan satu [1] suara dan untu Provinsi kekurangan satu [1] Suara. Dan menurut PPK Larantuka, hal ini akan diselesaikan di tingkat KPU Flotim.

    Kondisi kelebihan satu [1] Surat Suara ini, bahkan saat Rekapitulasi Tingkat Kabupaten oleh KPU Flotim, tidak bisa diselesaikan walaupun mendapat keberatan dari para saksi. Maka hingga Palu Sidang dijatuhkan sebagai syarat Hasil Rekapitulasi selesai, Kondisi ini dianggap SAH. Bahwa Suara untuk DPRD Kabupaten tetap kelebihan satu [1] Suara, dan untuk DPRD Provinsi tetap kekurangan satu [1] Suara.



    Rekapitulasi Tingkat Kabupaten Flotim, Gedung OMK Larantuka, 20-23 April 2014

    Berdasarkan kejadian ini maka, KPU Flotim [dan penyelenggara semua tingkat di Flotim] diduga melanggar:
    UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

    A]. Pasal 194:
    (1) Panwaslu Kabupaten/Kota wajib menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada KPU Kabupaten/Kota.

    (2) Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada KPU Kabupaten/Kota.

    (3) KPU Kabupaten/Kota wajib langsung menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari pelaksanaan rekapitulasi penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

    B]. Pasal 309
    "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah)."###

    MENOLAK LUPA!

    Larantuka: AIPD Gelar Diseminasi Hasil CRC


    * Tentang Pelayanan Publik di Flotim


    Australia Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD) Kabupaten Flores Timur (Flotim) bersama Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro), mengelar Diseminasi Hasil Citizen Report Card (CRC) pada 20 desa/kelurahan di Kabupaten Flores Timur tentang pelayanan publik, di aula Susteran PRR, Larantuka, Jumat (11/4).

    Diseminasi CRC yang dilakukan oleh AIPD Flotim dan Pattiro diperoleh dari hasil kerja jejaringan masyarakat Onetou Larantuka.

    Hadir dalam diseminasi hasil AIPD Flotim Robby Keupung, PSO Pattiro NTT Benyamin Leu dan jejaring kerja AIPD Kabupaten Flotim diantaranya, Onetou, Koalisi untuk Advokasi dan Transparan (KUAT) Lamaholot, Kabupaten Flotim.

    Anton Lebi Maran dari Jaringan Masyarakat Onetou, mengatakan survey pelayanan publik diperoleh dari masyarakat dilakukan oleh jaringan dilakukan di 20 desa/kelurahan di Kabupaten Flotim. Yang disurvey adalag pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Hasilnya dibeberkan dan rekomendasi kepada pemerintah.

    PSO Pattiro NTT Benyamin Leu mengatakan Diseminasi Hasil CRC yang sangat penting dilakukan karena menggunakan metode CRC atau Kartu Penilaian Warga terhadap pelayanan publik. Metode CRC merupakan metode akurat yang diperoleh dari warga untuk memberi penilaian terhadap pelayanan publik. Hasilnya memberikan masukan berupa rekomendasi kepada pemerintah mengenai pelayan publik yang terjadi dilingkungan yang disurvey.
    "Pelayanan publik merupakan salah satu isu utama di era otonomi daerah dalam konsep pendekatan pelayanan. Jadi hasil dan rekomendasi bukan untuk menyalahkan siap-siapa tapi untuk perbaikan pelayanan. Ini merupakan gerakan bersama dalam membangun Kabupaten Flotim," katanya.

    District Fasilitator AIPD Kabupaten Flotim Roby Keupung, mengatakan CRC pelayanan publik merupakan salah satu program AIPD Flotim. Survey CRC dilakukan karena belum ada keserius dalam pemberian pelayanan publik kepada masyarakat. Hal ini dapat diukur melalui CRC.

    "CRC merupakan Program AIPD. Ada Program kegiatan lain seperti penguatan kapasitas masyarakat dalam sistem penganggaran daerah. Untuk CRC AIPD Flotim melalui jejaringannya melakukan survey di 20 desa/kelurahan terhadap pelayanan publik kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Hasil ini akan diteruskan melalui rekomendasi kepada pemerintah," katanya. ***Wentho

    Jika Ingin Berubah: Flotim Patut Belajar Dari Jembrana Bali



    Beribu kota Negara dengan Bupati I Putu Arta dan Kembang Hartawan (Wakil Bupati). Luas  841,80 km2 dengan kepadatan 320,57 jiwa/km2. Terdapat 5 kecamatan dan 51 kelurahan, Kabupaten Jembrana merupakan Kabupaten termiskin di Bali. Meski demikian Jembrana menjadi salah satu kabupaten terbaik. Dengan DAU yang relatif kecil, semenjak 2001, telah menerapkan pendidikan gratis bagi warganya. DAU 2013 Rp. 450.919.726.000.- malah lebih kecil atau hampir sama dengan Flores Timur. Yang luar biasa, PAD Jembrana semakin tahun semakin meningkat cukup pesat.

    Untuk menyiasati kecilnya dana, selain berupaya meningkatkan PAD juga melalui perampingan struktur pemerintahan daerahnya. Jumlah SKPD diperkecil. Dengan cara ini, otomatis mengurangi pembiayaan rutin (biaya gaji) yang memang lebih besar dari belanja pembangunan termasuk mempersempit peluang korupsi SKPD. Kabupaten Jembrana hampir tak jauh beda dengan Flotim. Jumlah penduduk 2009 sebesar 269.859 jiwa. Lebih banyak ketimbang Flotim.

    Sehingga dari data-data berikut ini, dapat dilihat perbandingan antara Flotim dan Jembrana terletak pada managemen pengelolahan keuangan daerah. Flotim hanya tergantung pada DAU, DAK, dan Dana Bagi Hasil. Sementara Jembrana lebih pada upaya menaikan pendapatan dan penerimaan daerah.

    Struktur Pemerintahan
    Sangat kecil. Terdiri dari 2 Badan, 6 Dinas, 5 Kantor, disertai beberapa UPTD. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal, Dinas Pendidikan, Pemuda Olah Raga, Pariwisata, dan Kebudayaan, Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika, Dinas Kependudukan, dan Pencatatan Sipil, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan, Inspektur Daerah, Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik, Kantor Lingkungan Hidup, Keberishan dan Pertamanan, Kantor Perpustakaan dan Arsip, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu, dan Satuan Polisi Pamong Praja, serta Rumah Sakit Umum.
    PNS Kabupaten Jembrana
    Topografi Wilayah
    Topografi wilayah perencanaan meliputi daerah pegunungan di bagian utara dan pendataran (pantai) di bagian selatan yang berbatasan dengan Samudera Indonesia. Pada bagian tengah merupakan daerah perkotaan.

    Sumber Daya Alam  
    Temperatur udara yang berkisar antara 20 - 29°C, kelembaban udara berkisar antara 74 - 87 % serta rata-rata curah hujan 2.002 per tahun dan ketinggian tempat antara 0 - 600 m dpl, Kabupaten Jembrana sangat cocok untuk mengembangkan berbagai komoditas Pertanian.

    Komuditas Padi
    Secara umum produksi padi dihasilkan di seluruh wilayah Kabupaten Jembrana. Produksi padi paling banyak adalah pada tahun 2009 dengan jumlah produksi 64.882,08 Ton dengan luas tanam sebesar 7.552 Ha. Sedangkan pada tahun 2010 dan 2011 produksi padi terus mengalami penurunan yaitu pada tahun 2010 produksi sebanyak 58.925,78 Ton dengan luas tanam 13.823 Ha sedangkan pada tahun 2011 produksi sebanyak 48.338,45 Ton dengan luas tanam 9.324 Ha.

    Komuditas Jagung
    Produksi jagung di Kabupaten Jembrana terutama dihasilkan di tiga kecamatan di Kabupaten Jembrana, yaitu : Melaya, Jembrana dan Mendoyo. Produksi terbesar adalah di Kecamatan Melaya dengan total produksi 1.120,91 Ton dengan luas tanam 229 Ha.

    Komuditas Kedelai
    Produksi kedelai tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Jembrana. Jumlah produksi terbesar adalah di Kecamatan Mendoyo dengan total produksi 545 Ton dengan luas tanam 458 Ha. Sedangkan wilayah Kabupaten Jembrana dengan total produksi paling sedikit adalah di Kecamatan Pekutatan dengan total produksi hanya 61 Ton dengan luas tanam 53 Ha.

    Komuditas Holtikultura
    Tanaman yang termasuk dalam Komoditas Hortikultura terdiri dari komoditas sayuran dan buahbuahan semusim, komoditas buah-buahan dan sayuran tahunan, Tanaman biofarmaka (tanaman obat) dan tanaman hias. Komoditas buah-buahan yang ada di Jembrana disajikan dalam profil ini antara lain : Jenis tanaman buah-buahan tahunan seperti : mangga, 

    Arah Kebijakan  Keuangan Daerah Kabupaten Jembrana
    Menyadari akan Pendapatan Asli Daerah (PAD)  yang relatif kecil, maka Pemerintah Kabupaten  Jembrana telah mengoptimalkan penerapan pola intensifikasi maupun ektensifikasi terhadap sumber-sumber penda-patan. Demikian pula terhadap sumber-sumber pendapatan yang bersumber dari pemerintah atasan maupun pusat telah dimanfaatkan sebagai motorisator pembangunan yang diharapkan mampu meningkatkan pelaksanaan pembangunan daerah.

    Dalam upaya meningkatkan pelaksanaan pembangunan diberbagai bidang, stabilitas perekonomian adalah merupakan salah satu prasyarat dasar untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pertumbuhan yang tinggi dan peningkatan kualitas pertumbuhan, serta dapat memberikan kepastian berusaha bagi para pelaku ekonomi, oleh karenanya stabilitas ekonomi makro akan dapat dicapai apabila hubungan variabel ekonomi makro yang utama berada dalam keseimbangan, neraca pembayaran, penerimaan dan pengeluaran fiskal, serta tabungan dan investasi Perekonomian yang tidak stabil akan dapat menimbulkan biaya yang tinggi bagi perekonomian  dan akan menyulitkan masyarakat, baik swasta maupun rumah tangga.

    Tingkat investasi yang rendah akan menurunkan potensi pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan adanya fluktuasi yang tinggi dalam pertumbuhan produksi, hal ini sangat berpengaruh terhadap tenaga kerja menganggur. Inflasi yang tinggi akan merupakan beban yang sangat berat dan sangat dirasakan oleh pen-duduk miskin, dimana daya beli masyarakat akan semakin rendah.

    Kebijakan keuangan diarahkan pada :
    1. Menyeimbangkan antara peningkatan alokasi anggaran dengan upaya untuk memantapkan kesinambungan anggaran  melalui peningkatan penerimaan daerah untuk dapat menaikkan belanja daerah, dengan harapan  penurunan defisit anggaran secara bertahap.
    2. Peningkatan penerimaan daerah terutama ditempuh melalui reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan dan sumber-sumber  penerimaan  daerah yang syah lainnya;
    3. Peningkatan efektivitas dan efisiensi pengeluaran daerah  ditempuh melalui mempertajam peng-alokasian  anggaran  agar lebih terarah dan tepat sasaran. 
    Telaah Ekonomi Kabupaten Jembrana
    Indikator ekonomi suatu daerah dapat ditunjukkan dengan laju pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan PDRB, laju inflasi dan kesempatan lapangan kerja. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jembrana untuk periode tahun 2011 sebesar  6,24% mengalami peningkatan 1,67% dari tahun 2010  yang sebesar 4,57 %. Kontribusi terbesar peningkatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jembrana  masih  dari  sektor  tersier. Peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah di pengaruhi dengan semakin membaiknya kinerja ekonomi nasional maupun regional.

    Pelaksanaan pembangunan daerah diarahkan kepada bagaimana sektor-sektor mampu memberi kontribusi positif dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku pada tahun 2011  sebesar   Rp.  3.997,35 milyar mengalami peningkatan sebesar Rp 394,41 Milyar(9,87%) dari tahun 2010 yang sebesar RP.3.602,94 milyar.

    Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan daerah dapat mendorong peningkatan nilai PDRB dari masing-masing sektor pertumbuhan ekonomi yang membaik tersebut juga dipengaruhi oleh kemapuan menjaga stabilitas ekonomi, untuk tahun 2011 tingkat inflasi 3,75 % turun tajam sebesar 4,35 % dari tahun 2010 yang sebesar 8,10% serta terjadinya pertumbuhan ekonomi selama kurun waktu tahun 2011 sebesar 6,24 % mengalami peningkatan sebesar 1,67 % dari tahun 2010 sebesar 4,57%. Peningkatan ekonomi tersebut tersebut lebih didominasi oleh maraknya pembangunan inrastruktur, pulihnya sector pertanian, menigkatnya permintaan domestic terkait dengan hari raya dan keagamaan dan lain sebagainya.

    APBD dan PAD 
    TAHUN       APBD    (Rp.)                PAD   (Rp.)
    2000 66.911.688.691 2.551.526.749
    2001 131.599.246.286 5.540.224.419
    2002 131.599.246.286 11.555.147.609
    2003 193.157.562.548 11.055.956.008
    2004 205.000.287.634 9.785.500.000
    2005 234.957.648.400 10.474.690.000
    2006 339.300.329.908 11.202.092.565
    2007 402.145.893.653 14.989.351.825
    2008 451.202.711.579 15.700.000.000
    2009 472.644.608.378 33.952.879.718
    2010 550.991.336.409 41.994.591.008
    2011 574.028.458.286 36.247.620.078
    2012 728.713.199.862 51.525.703.700


    DAU
    Tahun    Target                         Realisasi                     Kenaikan
    2007    278.583.000.000,      278.583.000.000,
    2008    304.078.638.000,      304.078.636.000,     25.495.636.000, 
    2009    306.361.821.000,      306.361.821.000,       2.283.185.000,
    2010    308.567.032.000,      308.567.032.000,       2.205.211.000, 
    2011    339.501.986.000,      339.501.986.000,     30.934.954.000,

    DAK
    Tahun   Target                           Realisasi                     Kenaikan
    2007     42.697.000.000,        42.697.000.000, 
    2008     50.121.000.000,        50.121.000.000,         7.424.000.000,
    2009     51.898.000.000,        51.898.000.000,         1.777.000.000,
    2010     34.720.800.000,        34.720.800.000,      -17.177.200.000,
    2011     35.488.400.000,        35.488.400.000,            767.600.000,

    Maka yang menjadi penting, mampukah Flotim belajar dari Jembrana sebagai pemicu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Semoga. *** (Dari berbagai sumber)




    Sekolah Gratis di Jembrana, Bali




    Meski pendapatan asli daerah (PAD) rendah, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali mampu membuktikan sukses program tidak selalu ditentukan jumlah dana.
    Sejak 2001, Kabupaten Jembrana mampu memberikan pendidikan gratis 12 tahun bagi warga asli daerah tersebut. Kuncinya, efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dipegang teguh oleh aparat Pemerintah Kabupaten (pemkab) Jembrana.
    Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Jembrana, Wayan Lantera, mengatakan kebijakan utama yang ditempuh Pemkab Jembrana untuk memajukan pendidikan masyarakatnya saat ini bertumpu pada tiga program, antara lain pemerataan pendidikan, manajemen pendidikan yang efektif, dan peningkatan partisipasi masyarakat.
    Secara ekonomi, masyarakat Jembrana masih tergolong lemah. Hal itu menyebabkan sulitnya masyarakat kelas bawah mengakses pendidikan jika harus membayar dengan biaya mahal. ''Agar semua warga dapat menikmati pendidikan secara merata, pemkab mengambil kebijakan membebaskan biaya pendidikan, kata Wayan, saat Media bersama rombongan sejumlah wartawan melakukan kunjungan ke wilayah itu, Sabtu (15/1/2005).
    Bergulirnya otonomisasi pemerintahan memberikan peluang kepada Pemkab Jembrana untuk mengambil langkah 'berani' tersebut. Pembebasan tersebut berlaku bagi semua siswa asli warga Jembrana yang bersekolah di sekolah negeri, sedangkan siswa yang bersekolah di sekolah swasta mendapatkan bantuan biaya berupa beasiswa.
    Menurut Wayan, banyak pertanyaan dilayangkan kepada mereka tentang cara Kabupaten Jembrana menanggung semua biaya pendidikan yang digratiskan itu.
    Ia menjelaskan efisiensi dan efektivitas dalam menjalankan program kerja menjadi kunci mereka hingga mampu menggratiskan biaya pendidikan di sana.
    Kami melakukan penggabungan sekolah untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk perawatan dan operasional banyak sekolah. Dengan cara itu, kami bisa menghemat biaya pendidikan per tahunnya hingga Rp3,3 miliar, ujar Wayan.
    Sebelumnya, satu sekolah di wilayah Jembrana memakan biaya per tahun hingga Rp150 juta. Biaya yang didapatkan dengan penggabungan sekolah tersebut kemudian dialokasikan guna menanggung operasional sekolah serta sumbangan pendidikan wajib yang dulunya ditanggung orang tua siswa.
    Pemkab tersebut juga mampu untuk memberikan insentif tambahan mengajar bagi para guru sebesar Rp5.000 per jam mengajar.
    Selain itu, guru juga mendapatkan tambahan penghasilan sebesar Rp250 ribu bagi mereka yang mengajar dalam program kajian, semacam tambahan jam belajar.
    Setiap tahunnya pemerintah Jembrana juga memberikan semacam bonus tahunan kepada guru sebagai pegawai negeri sipil (PNS) yang besarnya mencapai Rp1 juta.
    Penghasilan tersebut amat membantu meringankan beban biaya hidup yang harus ditanggung guru di Jembrana.
    Namun, sumber pendanaan yang dipakai untuk penyelenggaraan pendidikan gratis tidak hanya dari penggabungan sekolah. Secara umum, pemerintah melakukan efektivitas dan efisiensi dalam banyak bidang, kata Wayan.
    Jembrana ternyata tidak hanya istimewa karena pendidikan gratis tersebut. Sekolah-sekolah di sana juga unik karena memberlakukan jam belajar hingga pukul 16.00 Wita, yang mana pendidikan normal dimulai pukul 7.30 hingga 14.00 Wita, sedangkan pukul 14.00 hingga 16.00 Wita diberlakukan kajian atau semacam les pengayaan bagi siswa terhadap pelajaran yang diberikan sebelumnya.
    Kepala sekolah SMA 2 Negara, Ketut Suwantra, mengungkapkan kepedulian pemkab terhadap pendidikan tak pernah surut sejak mulai diberlakukannya pembebasan biaya pendidikan di wilayah itu.
    Pemerintah amat menghargai jika sekolah memiliki inovasi yang ingin dikembangkan. Kami tinggal membuat proposal dan mengajukannya ke bupati. Proposal tersebut akan dikaji di tingkat kabupaten dan jika disetujui dana program akan dikucurkan dalam waktu yang tidak lama. Untuk pembiayaan reguler sekolah, Ketut mengatakan sekolah mengajukan proposal per triwulan guna meminta dana sesuai kebutuhan mereka. Sejauh ini, jelasnya, pembiayaan untuk sekolah tetap dipenuhi oleh pemkab sepanjang dinilai relevan dan cocok untuk pengembangan pendidikan.
    Suksesnya Pemerintah Kabupaten Jembrana membangun dunia pendidikan di sana diakui oleh banyak warga Jembrana. Seorang siswa SMP Negeri 4 Jembrana, Ni Made Purnawati, mengatakan amat terbantu dengan diberlakukannya pembebasan biaya pendidikan.
    Satu ucapan Kadis Jembrana yang mungkin patut dijadikan contoh oleh daerah lain yaitu untuk menjalankan program-program kerja tidak sebatas slogan semata, namun dengan kerja keras, penuh dedikasi dan kejujuran. Untuk itu, keinginan untuk memperkaya diri sendiri harus dihilangkan dari diri birokrat. ***www.antikorupsi.org
     
    Support : Creating Website | Qco | Kuat Lamaholot
    Copyright © 2014. Koalisi Untuk Advokasi & Transparansi Lamaholot - All Rights Reserved
    Template Created by Creating Website Published by KUAT Lamaholot
    Proudly powered by Blogger