Headlines News :
Home » » Perempuan Alami Kekerasan Psikologis

Perempuan Alami Kekerasan Psikologis

Written By Unknown on Jumat, 09 Mei 2014 | 15.22

* Dalam Pemilu Legislatif

 By; Silverius Koten
Pemilu Legislatif 9 April 2014 TPS 2 Kel. Balela, Larantuka, pict by Frank Lamanepa


Perempuan rupanya belum dapat memanfaatkan hak konstitusionalnya untuk memilih dan dipilih secara bebas. Pada pemilu legislatif tahun 2014, kekerasan psikologis masih dialami perempuan.

Hal itu diungkapkan ketua Forum Komunikasi Pemerhati Pembela Hak Perempuan dan anak, Yohana Lamuri dalam dialog tentang Perempuan dan Pemilu di RSPD Larantuka, selasa (6/5) malam. Dialog tersebut juga menghadirkan, aktivis Perempuan, Veronika Lamahoda, wartawan Flores Pos, Wento Eliando, dan Ketua DPD II Partai Golkar kabupaten Flores Timur, Yoseph Sani Bethan yang dihubungi melalui teleconference. 

Yohana menyebut, kekerasan terhadap perempuan umumnya dilakukan oleh orang dekat. Suami, saudara, paman, menantu laki-laki, anak laki-laki yang paling sering melakukan kekerasan psikologis kepada pemilih perempuan.

" Suami memaksa istri atau anak perempuannya untuk memilih caleg laki-laki," katanya.

Ia menyebut, dalam pileg 2014, banyak perempuan yang memberi kesaksian tentang adanya kekerasan itu. Mereka mengaku tidak berdaya dan memilih sesuai kemauan laki-laki.

Senada dengan itu, Vero Lamahoda menyebut, budaya patriarkhi turut menyumbang sebab mengapa tidak ada satupun perempuan yang duduk di DPRD Flores Timur pada periode 2014-2019. Perempuan, sebut Vero, masih dilihat dengan kacamata kelas.

" Perempuan itu dianggap mahkluk kelas dua," sebutnya.

Selain persoalan buadaya patriarkhi, Vero juga melihat kekuasaan laki-laki terhadap ekonomi juga sebagai sebab lainnya. Terkait kekuasaan ekonomi, Vero juga menuding, caleg incumbent (semuanya laki-laki) memanfaatkan dana aspirasi untuk memenangi pertarungan pada pileg lalu.

" Terbukti dari 25 caleg incumbent laki-laki yang maju 17 orangnya kembali melenggang ke Bale Gelekat," katanya.

Wento Eliando menyebut gagalnya caleg perempuan dipengaruhi pula kaderisasi perempuan di parpol yang tidak dilakukan. Ia menyebut, tidak ada kesungguhan parpol mengkaderkan perempuan dalam politik. Yang terjadi adalah rekrutmen untuk memenuhi quota 30 persen yang disyaratkan oleh undang-undang.

Menurutnya, keikhlasan laki-laki untuk memberi peluang kepada perempuan hampir tidak ada. Para penguasa parpol di Flores Timur umumnya laki-laki. Karena itu, mengkaderkan perempuan secara baik bisa menjadi bumerang.

" Laki-laki takut kehilangan kekuasaan dan tidak berani berkompetisi secara sportif. Saya tidak melihat penyebabnya adalah kualitas kader perempuan tapi pada proses kaderisasi oleh partai politik," katanya.
 
Ia menjelaskan, di dalam DPT, pemilih perempuan 83 ribu lebih, pemilih laki-laki hanya 63 ribu lebih. Dengan selisih pemilih sekitar 13 ribu lebih, seharusnya ada wakil perempuan di DPRD Flotim.

"Politik Flotim sekarang adalah politik Maskulin, jumlah pemilih perempuan lebih banyak tetapi mereka lebih memilih laki-laki," ujarnya.

Sementara itu, Yoseph Sani Betan mengakui proses kaderisasi perempuan hampir di semua parpol tidak berjalan baik. Meski demikian, di partai Golkar kaderisasi perempuan sudah dilakukan. Hal itu terbukti dengan cukup banyak perempuan ada di struktur partai Golkar.

Nani Bethan juga menyebut, syarat 30 persen perempuan sebagai caleg membuat parpol mau tidak mau merekrut caleg perempuan, Dengan semangat demokrasi, kompetisi menjadi terbuka. Kader baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki kemampuan, kapasitas, integritas lebih baik akan memenangi pertarungan itu.

" Saya berharap partai politik ke depan menyiapkan kaderisasi secara baik," katanya.***
Share this post :

Posting Komentar

Selamat berdiskudi dengan penuh santun dan dewasa

 
Support : Creating Website | Qco | Kuat Lamaholot
Copyright © 2014. Koalisi Untuk Advokasi & Transparansi Lamaholot - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by KUAT Lamaholot
Proudly powered by Blogger