Headlines News :
Home » » DPRD Flotim 2014-2019: "Ada Gambar Tanpa Wajah"

DPRD Flotim 2014-2019: "Ada Gambar Tanpa Wajah"

Written By Unknown on Jumat, 09 Mei 2014 | 13.05

By; Wentho Eliando

Suasana Ruang Rapat DPRD Flotim; Pict by Frank L; Juni 2012

MINGGU, 20 April 2014 atau bertepatan dengan hari raya Paskah bagi umat Kristiani, bertempat di Gedung Multi Event Hall dan Pembinaan Generasi Muda Keuskupan Larantuka, Sarotari Tengah, Kecamatan Larantuka, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Flores Timur (Flotim) menggelar rapat pleno terbuka rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan perolehan suara partai politik (parpol) dan calon anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.

Meski diwarnai debat kusir sengit mengenai berbagai dugaan kecurangan, manipulasi, penggelembungan, pencurian suara caleg dan dugaan lainnya terjadi selama tiga hari dalam forum itu, rapat pleno terbuka berlangsung aman dan kondusif. Ketua KPU Flotim Ernesta Katana dan komisioner lainnya mengetok palu menetapkan setiap hasil penghitungan perolehan suara Pileg 9 April 2014 masing-masing tingkatan lembaga.

Usai ketok palu, komisioner KPU Flotim buru-buru berangkat ke Maumere dan terbang ke Kupang menjalankan pleno KPU NTT. Saking buru-burunya data hasil rekapitulasi perolehan suara untuk publikasi media masa diabaikan.

Hasil perolehan suara sudah jelas terurai dan menjadi acuan publik Flotim. Berdasarkan data itu, publik mulai beranalisa. Partai mana dan caleg mana yang memperoleh suara terbanyak mulai dari legislatif pusat, provinsi sampai kabupaten/kota. Namun, catatan menarik patut diperbincangkan publik Flotim adalah perolehan suara partai politik (parpol) dan caleg DPRD Flotim periode 2014-2019.

Tanpa Perempuan

Ibarat "ada gambar tanpa wajah" muncul di lembaga Balai Galekat Lewotana, DPRD Flotim periode lima tahun mandatang. Ada 30 anggota dewan. Tapi dari hasil perjuangan dan hasil final rekapitulasi KPU Flotim, tak satu pun politisi perempuan cerdas dan berwibawa disodorkan parpol dalam bursa pencalegkan meraih dan mengisi ruang publik terhormat DPRD Kabupaten Flotim.
Sungguh ironis. Tapi faktanya demikian. Politik Flotim hari ini boleh jadi dikatakan politik maskulin. Politik yang menempatkan perempuan pemilih terbanyak memilih laki-laki guna mewakilinya. Faktanya, data daftar pemilih tetap (DPT) 2014-2019 Flotim 152.400 pemilih. Data itu menyebutkan, 83.156 pemilih perempuan dan 69.244 pemilih laki-laki atau selisih 13.912 pemilih. Jika jumlah selisih 13.912 pemilih memilih perempuan saja, tentu sudah mampu dipastikan angka bilangan pembagi, sedikitnya 3 perempuan meraih kursi dewan terhormat.

Lalu apa masalahnya sehingga tidak satu pun perempuan yang disodorkan parpol merebut kursi di lembaga DPRD Flotim 2014-2019?. Yohana Lamury, salah satu dari sekian puluh caleg perempuan pada pileg 9 April 2014 dengan polos membeberkan. Selain faktor permainan-permainan tidak sehat dan kecurangan, pengalaman selama melakukan sosialisasi dan kampanye di tengah masyarakat ada kecenderungan pemilih, khususnya pemilih perempuan sadar atau tidak sadar mendapat tekanan yang boleh dibilang mendapat kekerasan psikologis begitu besar dari para laki-laki terutama suami untuk tidak menjatuhkan pilihan pada caleg perempuan.

Alasan para laki-laki atau suami menyuruh perempuan tidak memilih perempuan masuk akal karena pengalaman perempuan duduk di kursi lembaga dewan yang terjadi selama periode per periode. Eksisten perempuan politisi yang selama ini ada di lembaga dewan tidak banyak (bahkan nyaris) berbuat menghasilkan kepentingan-kepentingan kaum perempuan sehingga banyak laki tidak menghendaki perempuan (istri) memilih perempuan lagi.

Lemahnya, setelah mendengar itu perempuan tidak berpikir perempuan yang mana yang tidak banyak berbuat? Apakah semua perempuan sama halnya dengan perempuan yang dimaksud laki-laki dan mereka perempuan pemilih?. Tapi tetap saja, faktanya dalam ruang ukuran kecil (TPS), perempuan akhirnya lebih memilih laki-laki mewakilinya.

Caleg perempuan Partai Nasdem ini mengatakan, juga ada ketidak seriusan dalam kubu parpol. Pengalaman yang selama ini terjadi biasanya pada saat menjelang pemilu pihaknya sering membuat kegiatan pendidikan politik berupa pembekalan dan penguatan kapasitas perempuan politisi, tapi undangan yang diberikan melalui pintu partai selalu tidak diteruskan pada perempuan. Jadi nyaris kegiatan itu tidak dihadiri perempuan.

"Bagi kami di Nasdem, sangat baik. Perempuan dibantu dan diberi dorongan yang begitu kuat. Pengalaman, ketika membuat kegiatan khusus pendidikan politik bagi perempuan undangan tidak diteruskan oleh parpol pada perempuan caleg dalam partainya. Ini soal keseriusan dan kesungguhan parpol mencalonkan perempuan dalam bursa Caleg pemilu legislatif," kata Yohana Lamury.

Aktivis Perempuan Flotim Veronika Lamahoda menilai persoalannya bukan saja terletak pada politik maskulin, tapi lebih terletak pada kesiapan dan kesungguhan partai politik (parpol) mengkaderkan perempuan kemudian disodorkan dan rakyat mendaraskan pilihan pada perempuan. Perempuan dimasukan dalam bursa pencalegkan hanya memenuhi syarat administrasi 30 persen kuota perempuan bagi parpol.

Parpol, kata Aktivis LSM ini, tidak sungguh-sungguh, karena setelah masuk dan memenuhi syarat 30 persen kuota, perempuan dibiarkan berjuang sendiri tanpa dibekali kaderisasi dan penguatan kapasitas yang sungguh-sungguh dan memadai. Perempuan lebih hanya sebagai pelengkap sempurna pensyaratan Caleg.

"Partai tidak secara sungguh-sungguh menyiapkan sedari dulu sebuah kaderisasi yang baik guna menghasilkan perempuan yang memiliki posisi tawar tinggi baik di partai maupun di tengah masyarakat. Ini soal kesungguhan parpol. Saya lebih melihat parpol memasukan perempuan hanya sebagai syarat adminitrasi belaka," kata Veronika.

Selain persoalan kesungguhan kaderisasi parpol juga soal budaya yang masih menempatkan perempuan sebagai komunitas kelas dua dalam berbagai hal termasuk soal di panggung politik. Persoalan lain, perempuan dan mungkin saja caleg laki-laki lainnya tidak bisa menandingi 25 Anggota dewan incumbent yang bertarung saat pileg lebih leluasa dan dengan kekuatannya melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih bernuansa proyek atau lebih terkenal saat ini dana asprirasi kepada rakyat Flotim.

Penilaian Veronika Lamahoda bisa jadi benar. Faktanya demikian. Dari sekian banyak caleg perempuan disodorkan partai politik kalau tidak berlebihan tidak ada satu pun lahir dari kaderisasi yang mumpuni dari parpol. Caleg perempuan disodorkan partai politik lebih hanya memenuhi syarat 30 persen kuota perempuan dalam daftar caleg. Parpol lebih asal comot. Asal cari perempuan masuk dalam daftar 30 persen kuota perempuan.

"Sangat disayangkan, tapi ini menjadi fakta yang tidak terbanta dari hasil perolehan suara dan raihan 30 kursi. DPRD Flotim 2014-2019 tampa perempuan," kata Veronika.

Terbentur Aturan

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kabupaten Flotim Yoseph Sani Betan berpendapat UU mengatur keterwakilan perempuan hanya pada syarat 30 persen kuota  pencalonan setiap parpol. UU tidak mengatur sampai pada 30 persen perempuan dalam lembaga dewan.

"Demokrasi membuka ruang secara bebas termasuk perempuan untuk bersaing memperebutkan kursi dalam parlemen. Perang menjadi komitmen setiap calon termasuk perempuan bersaing menarik simpati dan dukungan di tengah masyarakat," katanya, kepada Flores Pos, Jumat (25/4). 

Menurut Yoseph Sani Betan, selama ini proses kaderisasi di tubuh Partai Golkar dilakukan secara baik, mulai dari kaderisasi dalam jabatan struktural partai sampai pada penguatan kapasitas kader. Pencalegkan perempuan disodorkan memiliki standar sesuai aturan dan mekanisme partai.

Hanya saja, katanya, bisa saja standar pencalegkan disodorkan dan bursa Caleg dari partai bisa saja tidak sama dengan standar keinginan publik. Hal ini bisa menjadi salah satu faktor mempengaruhi Caleg perempuan tidak mendapat dukungan dan simpati dari rakyat pemilih. Karenanya, selain mengatur syarat pencalonan, mesti diperhatikan pengaturan 30 persen kuota perempuan duduk di lembaga legislatif DPR(D).

"Pengaturan perempuan dalam politik, harus sampai pada tingkat lembaga bukan hanya pada syarat pencalegkan. Meski pun sedikit sulit terjadi, namun perlu dilakukan guna mendorong lebih besar dan lebih banyak perempuan dalam parlemen," katanya.

Yoseph Sani mengakui fakta yang terjadi pada pileg 9 April 2014 lalu memang sangat memprihatikan karena tidak satu pun perempuan meraih satu dari 30 kursi yang tersedia di DPRD Flotim. Fakta ini mesti menjadi pemikiran bersama pengkaderan perempuan politisi secara baik di partai politik.

"Partai Golkar selama ini melakukan proses kaderisasi mulai dari jabatan - jabatan struktural, pembekalan dan penguatan kapasitas. Golkar komit pada pengkaderan setiap kadernya," kata Yoseph Sani Betan.

Aspek Budaya

Ketua Divisi Hukum dan HAM Forum Pemberdayaan Perempuan dan Anak (FPPA) Kabupaten Flores Timur Agustinus Payong Boli mengatakan persoalan bisa dibedah dari beberapa aspek. Pertama, aspek internal perempuan belum memiliki kesiapan yang maksimal terjun ke arena politik. Kedua, aspek sosio budaya Lamaholot yang masih setengah hati memberi ruang pada perempuan untuk masuk dalam kapasitas-kapasitas publik.

Ketiga, aspek infrastruktur politik. Parpol terlihat masih setengah hati membesarkan perempuan. Namun di satu sisi aturan mewajibkan kuota 30 persen hak perempuan dalam pencalegkan. Dalam proses rekruitmen, jika ada perempuan di lihat kuat, partai yang di dominasi laki-laki enggan memberi ruang menjadi caleg karena berpeluang mengalahkan laki-laki.

Parpol memiliki fungsi pendidikan politik, kaderisasi pemimpin, menengahi konflik dan agregasi kepentingan publik. Fungsi kaderisasi terkhusus kaderisasi perempuan pemimpin harus diakui tidak berjalan sebagaimana mestinya. Perempuan direkrut ketika mendekat hajatan pemilu saja, tapi tidak dikaderkan sungguh-sungguh. Padahal pembangunan pemberdayaan perempuan membutuhkan pejuang-pejuang perempuan di forum pengambil kebijakan di DPR(D) maupun lembaga eksekutif. "Diharapkan kedepan parpol konstestan Pemilu mesti konsen soal kaderisasi perempuan pemimpin," kata Agust Boli.

Perlu ada satu forum khusus untuk mempersiapkan perempuan secara matang dalam arena politik. Agar para perempuan lebih matang mempersiapkan diri. Perempuan tidak boleh takut karena membuat perubahan bagi bangsa dan daerah bukan hanya pada pundak laki-laki.
"Pemangku budaya Lamaholot agar melakukan pembaruan budaya dengan menempatkan perempuan sejajar dengan laki-laki dalam urusan publik dan kepada pengurus-pengurus partai agar mengefektifkan fungsi partai, yakni pendidikan politik khusus perempuan yang tampil dalam politik," tambah Agust Boli.

Partai politik memang perlu mempersiapkan atau melakukan kaderisasi perempuan secara baik. Jadi bukan saja hanya sebagai kelengkapan, tapi sampai pada kaderisasi jabatan-jabatan struktural dalam tubuh parpol. Perempuan mesti diarahkan dan dikondisikan dalam kaitan kesiapan berada di panggung politik sampai menduduki kursi parlemen.

Wajah Lama

Tidak itu saja. "Ada gambar tanpa wajah" juga terurai pada daftar caleg yang kini dipastikan menduduki 30 kursi di lembaga DPRD Flotim. Ada sedikitnya 17 Anggota DPRD incumbent kembali ke ruang dan kursi lembaga Balai Galekat Lewotana. Ada anggota dewan baru, tapi di dominasi wajah lama. Ada lembaga yang didalamnya ada anggotanya; kinerja, kualitas, kapasitas dan keberpihakan tentu sudah mampu diukur. Patut disanksikan gerakan perubahan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan gaya dan pola lama yang dibangun selama lima tahun periode sebelumnya.

Berbagai catatan kritis terhadap kinerja dan kapasitas Anggota DPRD Flotim sudah menjadi rahasia umum. Ruang publik Flotim tentu sudah tahu, siapa anggota dewan benar-benar duduk memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Siapa anggota dewan memperjuangkan kepentingan kelompok, partai dan kepentinganya. Deal-deal kepentingan yang berimbas buruk bagi kinerja dan keberpihakan pada rakyat dan begitu banyak oknum-oknum anggota bermain mata dengan eksekutif guna memuluskan proyek dan menggolkan kepentinganya.

Selain itu fenomena malas masuk, jadwal rapat pagi pukul 9 wita tapi mulai pukul 12 wita, lebih suka datang awal dan akhir bulan, suka datang ke kantor kalau ada rencana Bimtek, Studi Banding atau perjalanan dinas luar daerah. Belum lagi, sudah masuk kantor tapi dalam berbagai rapat duduk pangku tangan, tiduran dan malas tahu dalam ruang sidang. Semua ini merupakan catatan buruk sekali lagi catatan buruk kinerja anggota dewan yang akan berakhir pada Agustus 2014 mendatang untuk dirubah pada periode mendatang.

Wajah lama yang tentunya masih berjibaku di ruang Balai Galekat Lewotana tentu tidak diharapkan merasuki 13 wajah baru anggota dewan Flotim periode mendatang. Terlepas dari itu, para anggota dewan periode mendatang harus menempatkan diri sesuai tugas dan fungsinya, yakni fungsi anggaran (budjeting), fungsi pengawasan (control) dan fungsi legislasi (membuat peraturan perundang-undangan).

Tiga fungsi tersebut merupakan roh dari pundi-pundi suara keiklasan dan kemurnian pilihan rakyat (termasuk perempuan) Flotim yang dititipkan melalui kantong safari wakil yang terpilih masuk lembaga Balai Galekat Lewotana pada 9 April 2014 lalu.

Rakyat Flotim tidak menghendaki anggota dewan dalam lembaga dewan berperan ganda. Berperan dan bertindak sebagai lembaga legislatif dan di sisi lain berperan dan bertindak sebagai lembaga eksekutif. Tempatkan dan menempatkan diri pada tugas dan fungsi yang benar dan jelas serta kritis menanggapi dan memperjuangkan kepentingan yang berpihak para rakyat. Tanpa perempuan dan wajah lama mendominasi lembaga DPRD Flotim periode 2014-2019, itu tentu bukan ibarat "ada gambar tanpa wajah" loh! ***
Share this post :

Posting Komentar

Selamat berdiskudi dengan penuh santun dan dewasa

 
Support : Creating Website | Qco | Kuat Lamaholot
Copyright © 2014. Koalisi Untuk Advokasi & Transparansi Lamaholot - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by KUAT Lamaholot
Proudly powered by Blogger