Headlines News :
Home » » Kawalelo, Keindahan Tersembunyi

Kawalelo, Keindahan Tersembunyi

Written By Unknown on Sabtu, 22 Maret 2014 | 21.06

 Oleh: Wentho Eliando

Pantai Pasir Putih Blawi,  Likotuden,  Kawalelo, Kec. Demon Pagong, Flotim; pict; Frank Lamanepa

TERPENCIL. Itulah kesan pertama ketika mendengar, melihat, dan mengalaminya. (Mungkin) sebagian masyarakat Kabupaten Flores Timur (Flotim) tidak mengetahui tempat ini, apalagi orang luar. Padahal, secara administratif tercatat salah satu desa di wilayah Kabupaten Flotim. Desa ini terletak di pantai selatan. Memiliki kekayaan dan keindahan alam serta keramahan para penghuninya.

Desa Kawalelo berada dalam wilayah administratif Kecamatan Demon Pagong. Kawalelo merupakan singkatan kata "Kawa Liko Tuden Lelo Herin Lela" yang artinya "tentram dalam benteng pertahanan". Kawalelo berbatasan utara dengan Desa Blepanawa, Selatan dengan Desa Lamuda, Timur dengan Selat Solor dan Barat dengan Desa Watotikaile. Ada 3 dusun didalamnya, yakni Wolo Wutun, Bao Uran dan Likotuden.

Desa Kawalelo dihuni oleh 528 jiwa atau 158 kepala keluarga yang umumnya bertani ladang dan nelayan. Sedang tanaman pertanian berupa jambu mete dan asam menjadi andalannya. Di sektor kelautan, warga setempat yang bermata pencaharian nelayan, terampil memancing ikan, seperti kakap, kerapu dan ikan dasar lainnya.

Bersama Uskup Larantuka Mgr Fransiskus Kopong Kung, Pr, Minggu (9/3) siang, Flores Pos menelusuri jejak-jejak pesona alam dan para penghuninya hingga rencana mengemas dan mengelola potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di Desa Kawalelo.

Perjalanan menuju Kawalelo dimulai dari Kota Larantuka arah barat Trans Larantuka membutuhkan waktu 30 menit menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat dengan kecepatan 60 kilometer per jam. Bagi orang baru perlu sedikit mengurangi kecepatan hingga 40 kilometer per jam.

Sepanjang jalan mulai dari Desa Watotikaile dan Desa Lekluok menuju Desa Kawalelo, kondisi badan jalannya berlubang, batuan kerikil dan pecahan aspal berserahkan. Lebar badan jalan berukuran tiga meter. Di kiri dan kanan dipenuhi rumput meninggi hingga nyaris membuat lebar badan jalan hanya berukuran 2 meter saja.

Warga Desa Kawalelo, Yosef "Kola" Atan Lera mengatakan jalan wilayah Desa Kawalelo hanya sampai di pusat desa. Sedang lainnya masih berupa jalan tanah dibuka oleh Bupati Felix Fernandez. Berakhir masa jabatan Bupati Felix Fernandez, membuka jalan baru menuju dusun terjauh apalagi mengaspalnya pun berhenti alias tak dilanjutkan lagi.

"Sampai sekarang untuk bisa ke lokasi Dusun Likotuden di tempuh dengan berjalan kaki atau menggunakan kapal motor ketinting. Ada juga warga lainnya menelusuri batuan dan pasir kering pesisir pantai selatan sebagai jalan alternatif untuk bepergian dari satu dusun ke dusun lain atau ke desa tetangga lainnya," katanya.

Pasir Putih Blawi

Kondisi jalan tidak mengasik bagi para penghuni Kota Larantuka atau mungkin orang luar yang selama ini menikmati jalan beraspal hotmix akan perlahan sirna. Yang ada hanya rasa lega, puas dan seabrek kenikmatan bila sungguh-sungguh menjelajahi alam pantai selatan dan pegunungan menuju Desa Kawalelo.

Bibir pantai selatan terkenal ganas dan jauh dari jangkau hiruk pikuk kendaraan. Gemerecik air, tiupan angin sejuk dari rindangan pepohonan di perbukitan, gemuru gelombang laut berirama dan nyanyian burung bersahutan. Itu hanya sebagian kecil kenikmatan yang dirasakan dari pesona keindahan alam dibalik terpencilnya Desa Kawalelo.

Pesona wisata alam yang masih tersembunyi itu terurai indah hingga berada di pantai pasir putih Blawi atau oleh masyarakat setempat dalam bahasa Lamaholot (Flotim) biasa disebut pantai Wera Bura. Pantai Blawi berjarak sekitar 1 kilometer dari Dusun Likotuden atau 7 kilometer dari pusat Desa Kawalelo atau 11 kilometer dari simpang Sedukun (pintu masuk dari jalan negara Trans Larantuka antara Wolo dan Bama).

Menelusuri pesona alam pantai pasir putih Blawi paling menarik melalui jalur transportasi laut menggunakan kapal motor ketinting. Setiap mata begitu leluasa dimanjakan keindahan alam penggunungan dan bibir pantai yang menakjubkan. Air lautnya bening dan jernih. Ikan-ikan menari lincah dan seketika bersembunyi dibalik deretan terumbu karang yang kokoh di dasar lautan. Kemilau sinar mentari memantul pada kerikil-kerikil batuan pantai sepanjang 100-an meter sebelum pantai pasir putih Blawi dan gulungan ombak memecah busa putih menyelinap masuk di sela bebatuan bibir pantai Blawi.

"Kita bisa melihat keindahan lain sebelum sampai di pasir putih Blawi. Bisa lihat Gunung Ilemandiri yang berdiri tegap di tengah Kota Larantuka, Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau Konga dan Gunung Api Lewotobi. Letaknya strategis untuk akses keluar dan masuk Desa Kawalelo dari pulau-pulau sekitarnya melalui jalur transportasi laut. Belum lagi melihat pemandangan perbukitan dan perkampungan Desa Kawalelo," kata Yosef Atan Lera.

Selain gulungan ombak memecah busa putih, kata Yosef Atan Lera, pantai pasir putih Blawi memiliki keunikan lain. Pantai Blawi memiliki panjang pasir putih sekitar 600 meter membentuk lengkungan atau posisi teluk. Gelombangnya besar dan pada musim tertentu tinggi gelombang bisa 3 sampai 5 meter. Pada malam hari bentangan laut berubah bentuk dan isi lautnya seperti air dalam wadah mangkok. Tenang, tidak bergerak dan tidak bergelombang.

"Para nelayan biasanya memancing ikan di tempat ini pada malam hari. Airnya tenang seperti dalam mangkok. Banyak ikan kakap merah, kerapu dan lainnya mudah didapat. Ikan hasil pemancingan nelayan Desa Kawalelo biasa di jual ibu-ibu desa ini di depan Gereja Katedral Larantuka," katanya.

Sunge Belen

Memang, tidak banyak yang mengetahui keindahan pantai pasir putih Blawi di Desa Kawalelo. Tapi sudah ada turis asing datang ke tempat ini untuk berslancar, menyelam, berjemur tubuh di pasir putih dan tinggal beberapa hari di pesisir pantai itu meski sepanjang pesisir masih dipenuhi rerimbunan tanaman dan deretan pohon asam.

Selain pantai pasir putih Blawi di pesisir pantai yang sama terdapat sebuah sungai sepanjang tahun dan musim airnya tidak kering. Uniknya, sungai itu bukan mengalir dari gunung tapi semacam genangan air berbentuk danau. "Airnya tidak datang dari mana-mana. Tidak ada aliran air dari gunung sampai di sungai itu. Airnya tidak pernah kering meski pada musim kemarau. Kami menyebut Sunge Belen (Sungai Besar)," kata Yosef Atan Lera.

Belum Dikelola

Kepala Desa Kawalelo Paulus Ikekola mengatakan potensi alam pantai pasir putih Blawi dan Suange Belen menjadi kebanggaan masyarakat Desa Kawalelo belum dimanfaatkan untuk peningkatan dan meningkatkan ekonomi warga setempat. Alamnya masih asri. Tidak banyak yang datang menyentuh dan apalagi berkunjungi menikmati pesonan keindahannya.

Paulus Ikekola mengatakan kendala yang selama ini dialami karena infrastruktur jalan dan potensi sumber daya manusia di Desa Kawalelo belum diberdayakan secara maksimal melalui pembinaan dan pendampingan terpadu guna memanfaatkan segala potensi yang dimiliki.

Ia mengakui selain akses transportasi menjadi kendala, masyarakat sangat membutuhkan pembinaan dan pendampingan terpadu dalam memanfaatkan seluruh potensi yang ada. Saat ini, Desa Kawalelo memang sedang menyiapkan diri mendapatkan pembinaan dan pendampingan demi kemajuan ekonomi dan sosial dalam memanfaatkan potensi yang ada. Ini karena kemurahan kasih dan keterlibatan Uskup Mgr. Fransiskus Kopong Kung.

"Bapak Uskup Frans Kopong merencanakan banyak hal di tempat ini. Kami sangat berterima kasih karena perlahan mulai terbuka. Mulai perlahan bisa didatangi banyak orang yang hendak menikmati dan menyaksikan potensi alam, adat dan budaya masyarakat di sini," katanya.

Membangun SMK

Sudah lama Uskup Larantuka Mgr Frans Kopong Kung melirik, bahkan beberapa tahun belakangan, Desa Kawalelo menjadi tempat mengisi waktu senggang aktifitas dan rutinitas tugas kegembalaannya. Pengembangan sumberdaya manusia menjadi dasar mengelola sumberdaya alam Desa Kawalelo.

Keuskupan Larantuka rencananya membangun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) spesialis jurusan Pariwisata dan Kelautan lengkap dengan asramanya. Gagasan besar itu sudah di depan mata. Tanah seluas 4 hektar sudah disediakan masyarakat dan Keuskupan terletak di belakang Gereja St. Yohanes Pembabtis Kampung Lewo Okin, Dusun Likotuden atau berdekatan pula dengan SDN Likotuden.

Uskup Frans Kopong menilai, Desa Kawalelo merupakan tempat yang masih asri dan terpencil. Tempat yang strategis baik darat maupun laut. Tempat yang mudah dijangkau dari berbagai wilayah. Melalui jalur laut, masyarakat yang berdomisili di Pulau Solor, Adonara, Titehena, Ilebura dan tempat lainnya mudah menjangkaunya. Sektor pariwisata dan kelautan sangat potensial sehingga perlu dibangun manusia trampil dan profesional di dua sektor ini.

"SMK Pariwisata dan Kelautan lengkap dengan asramanya akan dibangun di Desa Kawalelo. Rencana peletakan batu pertama pembangunan pada Mei 2014. Saat ini kita sedang mengupayakan pembukaan akses jalan. Selain memudahkan membawa masuk material pembangunan SMK, pembukaan jalan untuk memudahkan akses transportasi keluar masuk warga," kata Uskup Frans Kopong.

SMK Pariwisata dan Kelautan dibangun sejalan dengan pembangunan dan geliat pariwisata Flores saat ini. Kesiapan pembangunan sumber daya manusia yang mengelola pariwisata khususnya pemuda dan pemudi Flores menjadi hal mendasar. Generasi muda Flores dan khususnya Flotim harus menjadi pelaku-pelaku pariwisata bukan menjadi dan dijadikan penonton. Olehnya, perlu dan sangat mendesak membangun sumber daya manusia melalui pendidikan kepariwisataan untuk mendukung dan memberi dampak nyata bagi kehidupan ekonomi masyarakatnya.

Sementara sektor kelautan, menurut Uskup Frans Kopong, didasari karena wilayah laut yang begitu luas tapi belum dikelola secara optimal. Banyak potensi kelautan yang sebenarnya mampu meningkatkan ekonomi masyarakat masih dipandang sebelah mata. SMK jurusan Kelautan diharapkan mampu menjawabi persoalan ini. Pendidikan sumber daya manusia di sektor kelautan mesti disiapkan secara baik untuk kemudian menjadi nelayan-nelayan yang trampil dan profesional. Nelayan yang tidak hanya mempunyai kemampuan menangkap ikan, tapi lebih dari itu mampu mengelola tangkapannya bagi penambahan kehidupan ekonominya.

Bagaimana hubungan pasir putih Blawi dengan SMK Pariwisata? Menurut Uskup Frans Kopong, lokasi pasir putih Blawi sangat indah dan memberi nilai tambah kalau dikelola dan dikembangkan menjadi aset pariwisata Flotim umumnya dan khususnya Desa Kawalelo. Siswa-siswi yang mengeyam pendidikan pariwisata diberi ruang melakukan praktek dari sarana dan prasarana pariwisata yang tersedia seperti hotel dan homestay di pantai pasir putih Blawi.

Selain kedepan rencana tersebut dikelola dan dikembangkan oleh pemerintah dan pengusaha-pengusaha, masyarakat setempat mesti tidak menjadi penonton, tapi menjadi pelaku-pelaku pariwisata pantai pasir putih Blawi. Masyarakat mesti melibatkan diri dan memanfaatkan potensi pariwisata dengan membangun homestay-homestay yang diarahkan melalui Komunitas Umat Gerejani (KUG). Di Desa Kawalelo terdapat 4 KUG bisa diberdayakan membangun homestay.

"Sudah ada lembaga swadaya masyarakat yang akan mendampingi sampai masyarakat setempat mandiri. Lembaga tersebut akan memberdayakan dan mendampingi komunitas umat. Jadi komunitas itu tidak hanya komunitas iman tapi juga menjadi komunitas ekonomi. Harapan saya rencana-rencana ini dapat terlaksana dengan baik dan mendapat dukungan dari semua pihak," kata Uskup Frans Kopong.

Akhirnya, memanfaatkan dan memberdayakan potensi sumber daya manusia yang ada demi kemajuan dan kesejahteaan merupakan sebuah keharusan. Sumberdaya alam dan sumberdaya manusia berlimpah ada di desa. Karenanya, komitmen pembangunan harus bermuara pada kemajuan dan kesejahteraan sebuah kabupaten diukur dari seberapa besar kemajuan dan kesejahteraan suatu desa. Membangun desa dengan konsep pemberdayaan sesuai potensi yang ada merupakan keniscahyaan sebuah perubahan. ***
Share this post :

Posting Komentar

Selamat berdiskudi dengan penuh santun dan dewasa

 
Support : Creating Website | Qco | Kuat Lamaholot
Copyright © 2014. Koalisi Untuk Advokasi & Transparansi Lamaholot - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by KUAT Lamaholot
Proudly powered by Blogger